Presiden tersingkir Tunisia Zine El Abidine Ben Ali dikabarkan menderita struk dan sedang dalam kondisi koma di sebuah rumah sakit di Jeddah, Arab Saudi. Pemimpin berusia 74 tahun itu sudah menderita koma selama dua hari. “Dia mengalami struk dan kondisinya serius,” kata seorang teman dekat keluarga Ben Ali, seperti dilaporkan oleh surat kabar Tunisia, Le Quotidien, Kamis (17/2).
Sebelumnya, juru bicara pemerintah Taieb Baccouch tidak membenarkan atau membantah kabar itu. Kemudian, Baccouch mengatakan pemerintah transisi Mohamed Ghannouchi termasuk anggota oposisi akan membicarakan kondisi Ben Ali selama rapat kabinet hari Jumat (18/2).
Ben Ali dan keluarganya melarikan diri ke Arab Saudi pada 14 Januari 2011 setelah aksi demonstrasi berhasil mengakhiri 23 tahun kekuasaannya. Pembangkang sekaligus wartawan, Touafik Ben Brik, yang dipenjara di bawah rezim Ben Ali, mengatakan dia merasa hampir berkabung untuk sang diktator.
“Saya tidak bisa lupa. Dia masih berada di dalam kita, dia bagian dari masa lalu kita dan dia akan hidup untuk waktu yang lama di dalam kita,” katanya.
Pengacara dan kepala komisi nasional untuk reformasi politik Tunisia, Yadh Ben Achour, mengatakan kondisi sakit Ben Ali di pengasingan adalah bukti adanya keadilan di muka bumi. Di jalan-jalan Tunis terlihat hanya sedikit simpati atas kondisi presiden.
“Jika dia mati, kami kehilangan diktator dan saya akan mengatakan ‘selamat datang kebebasan’. Kita membalik halaman, kita memiliki hal-hal lain untuk dilakukan di negara ini,” kata Adel, seorang guru berusia 50 tahun.
Senada dengan itu, pelajar berusia 25 tahun, Amin, juga menilai secara kasar. “Jika kematiannya benar, saya hanya dapat mengatakan hukuman Tuhan sangat cepat.”
Sejak Ben Ali melarikan diri dari tanah airnya, tudingan korupsi di bawah pemerintahannya menemui titik terang. Dia dan istrinya, Leila Trabelsi, bersama dengan lingkaran dalam keluarga, diduga mengantongi kekayaan negara selama bertahun-tahun dan mengambil keuntungan pribadi di dalam perekonomian negara. Kepala bank sentral Mustapha Kamel Nabli mengatakan dana-dana terkait keluarga Ben Ali yang tersimpan di bank mencapai 1,3 miliar euro atau US$ 1,8 miliar. [AFP/C-5]
Sebelumnya, juru bicara pemerintah Taieb Baccouch tidak membenarkan atau membantah kabar itu. Kemudian, Baccouch mengatakan pemerintah transisi Mohamed Ghannouchi termasuk anggota oposisi akan membicarakan kondisi Ben Ali selama rapat kabinet hari Jumat (18/2).
Ben Ali dan keluarganya melarikan diri ke Arab Saudi pada 14 Januari 2011 setelah aksi demonstrasi berhasil mengakhiri 23 tahun kekuasaannya. Pembangkang sekaligus wartawan, Touafik Ben Brik, yang dipenjara di bawah rezim Ben Ali, mengatakan dia merasa hampir berkabung untuk sang diktator.
“Saya tidak bisa lupa. Dia masih berada di dalam kita, dia bagian dari masa lalu kita dan dia akan hidup untuk waktu yang lama di dalam kita,” katanya.
Pengacara dan kepala komisi nasional untuk reformasi politik Tunisia, Yadh Ben Achour, mengatakan kondisi sakit Ben Ali di pengasingan adalah bukti adanya keadilan di muka bumi. Di jalan-jalan Tunis terlihat hanya sedikit simpati atas kondisi presiden.
“Jika dia mati, kami kehilangan diktator dan saya akan mengatakan ‘selamat datang kebebasan’. Kita membalik halaman, kita memiliki hal-hal lain untuk dilakukan di negara ini,” kata Adel, seorang guru berusia 50 tahun.
Senada dengan itu, pelajar berusia 25 tahun, Amin, juga menilai secara kasar. “Jika kematiannya benar, saya hanya dapat mengatakan hukuman Tuhan sangat cepat.”
Sejak Ben Ali melarikan diri dari tanah airnya, tudingan korupsi di bawah pemerintahannya menemui titik terang. Dia dan istrinya, Leila Trabelsi, bersama dengan lingkaran dalam keluarga, diduga mengantongi kekayaan negara selama bertahun-tahun dan mengambil keuntungan pribadi di dalam perekonomian negara. Kepala bank sentral Mustapha Kamel Nabli mengatakan dana-dana terkait keluarga Ben Ali yang tersimpan di bank mencapai 1,3 miliar euro atau US$ 1,8 miliar. [AFP/C-5]
*suarapembaruan.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)