Meski rakyat Mesir menilai gerakan pembaruan pascarevolusi lambat, namun ada gebrakan yang patut dicatat. Pemerintah memecat hampir 600 pejabat tinggi di kepolisian sebagai bagian program bersih-bersih kesatuan polisi yang selama ini dideskreditkan dan tak populer di mata masyarakat.
Keputusan itu diumumkan Rabu oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Mansour el Issawi dan dianggap memenuhi salah satu tuntutan kunci para demonstran yang berkemah di Lapangan Tahrir, pusat kota Kairo.
El Issawi mengatakan bahwa gerakan itu adalah perombakan terbesar dalam sejarah pasukan polisi Mesir. Mereka yang dicopot bahkan termasuk yang sudah memasuki usia pensiun, yang berarti mereka tak berhak mendapat jatah uang pensiun.
Mereka yang dipaksa hengkang, 37 orang terutama dituduh terlibat dalam pembunuhan pengunjukrasa selama 25 Januari yang berhasil menggulingkan Hosni Mubarak dari kekuasaannya.
Kemudian ada pula 505 mayor jendral--sepuluh di antaranya adalah asisten mendagri, 82 brigadir jendral dan 82 kolonel, demikian telivisi Mesir melaporkan. Pengunjukrasa menginginkan kepolisian mesir benar-benar dibersihkan dari para perwira dan loyalis Mubarak yang terlibat dalam pembunuhan setidaknya 900 demonstran dalam usaha pematahan gelombang protes sejak Januari
Kantor berita Mesir juga mengatakan, Rabu, bahwa pemilu parlemen yang diharapkan dilaksanakan pada September akan segera digelar satu atau dua bulan lagi.
Militer, yang mengambil kekuasaan dari Mubarak, pada Selasa lalu mengumumkan penundaan pemilu ketika mereka mengatakan persiapan untuk pemilihan akan dilakukan pada 30 September. Penundaan itu dianggap sebagai tanda setuju terhadap tuntutan demonstran.
Banyak partai politik baru yang lahir dari revolusi menginginkan penundaan pemilu sehingga mereka dapat berkompetisi secara efektif terhadap partai dengan persiapan dan keuangan lebih baik seperti Partai Kebebasan dan Keadilan dari Ikhwanul Muslimin.
Militer juga mengatakan, Selasa, akan merancang serangkaian kebijakan untuk pemilu parlemen yang memilih 100 anggota. Mereka ini nantilah yang akan membuat konstitusi baru bagi Mesir.
Keputusan itu diumumkan Rabu oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Mansour el Issawi dan dianggap memenuhi salah satu tuntutan kunci para demonstran yang berkemah di Lapangan Tahrir, pusat kota Kairo.
El Issawi mengatakan bahwa gerakan itu adalah perombakan terbesar dalam sejarah pasukan polisi Mesir. Mereka yang dicopot bahkan termasuk yang sudah memasuki usia pensiun, yang berarti mereka tak berhak mendapat jatah uang pensiun.
Mereka yang dipaksa hengkang, 37 orang terutama dituduh terlibat dalam pembunuhan pengunjukrasa selama 25 Januari yang berhasil menggulingkan Hosni Mubarak dari kekuasaannya.
Kemudian ada pula 505 mayor jendral--sepuluh di antaranya adalah asisten mendagri, 82 brigadir jendral dan 82 kolonel, demikian telivisi Mesir melaporkan. Pengunjukrasa menginginkan kepolisian mesir benar-benar dibersihkan dari para perwira dan loyalis Mubarak yang terlibat dalam pembunuhan setidaknya 900 demonstran dalam usaha pematahan gelombang protes sejak Januari
Kantor berita Mesir juga mengatakan, Rabu, bahwa pemilu parlemen yang diharapkan dilaksanakan pada September akan segera digelar satu atau dua bulan lagi.
Militer, yang mengambil kekuasaan dari Mubarak, pada Selasa lalu mengumumkan penundaan pemilu ketika mereka mengatakan persiapan untuk pemilihan akan dilakukan pada 30 September. Penundaan itu dianggap sebagai tanda setuju terhadap tuntutan demonstran.
Banyak partai politik baru yang lahir dari revolusi menginginkan penundaan pemilu sehingga mereka dapat berkompetisi secara efektif terhadap partai dengan persiapan dan keuangan lebih baik seperti Partai Kebebasan dan Keadilan dari Ikhwanul Muslimin.
Militer juga mengatakan, Selasa, akan merancang serangkaian kebijakan untuk pemilu parlemen yang memilih 100 anggota. Mereka ini nantilah yang akan membuat konstitusi baru bagi Mesir.
*republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)