Film layar perak "Laskar Pelangi", yang menceritakan tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang belajar di SD Muhammadiyah Belitung, diputar dan mendapat sambutan hangat dari para peserta didik di Pesantren Maroko. Pemutaran film yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata itu dilakukan KBRI Rabat, Maroko, bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Maroko Demikian ujar Sekretaris III/Pelaksana Fungsi Pensosbud KBRI Rabat, Rahmat Azhari, dalam keterangannya kepada ANTARA London pada Ahad (6/3).
Menurut Rahmat Azhari, film Laskar Pelangi dengan terjemahan bahasa Prancis dan Arab itu diputar di Pesantren Madrasa Atika Imam Nafi di Kota Tangier, Maroko, setelah sebelumnya diputar di berbagai perguruan tinggi.
Pemilihan film bertema pendidikan yang cukup populer itu merepresentasikan keanekaragaman budaya Indonesia dan mendapat respons positif. Ini dibuktikan dengan hadirnya seluruh pelajar Maroko maupun asing dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan komunitas kampus sebanyak 400 orang.
''Cerita film yang didasari dari kisah nyata dan menonjolkan sisi pendidikan dan religius ini membuat banyak penonton terharu namun juga terhibur, ujar Rahmat.
Penonton terlihat memperhatikan film dengan seksama dan terkadang menanyakan beberapa hal terkait film kepada mahasiswa Indonesia yang juga berada di antara penonton. Di sela-sela pertunjukan film, penonton menikmati hidangan kuliner berupa risoles dan mie goreng yang disediakan panitia. Pemutaran film Indonesia untuk publik Maroko, khususnya kalangan kampus, merupakan program rutin KBRI Rabat bekerja sama dengan PPI Maroko.
Madrasa Atika Imam Nafi mempunyai banyak kesamaan dengan lembaga pesantren di Indonesia, yaitu menggunakan sistem belajar tradisional. Namun dalam perkembangannya, lembaga pendidikan ini melakukan pembenahan dan mulai menambahkan materi umum lainnya. Pesantren ini juga kini memiliki perangkat modern pendidikan, seperti perpustakaan dan sarana IT.
Saat ini terdapat 750 mahasiswa yang terdaftar di lembaga tersebut dan tersebar di berbagai cabang. Sebanyak 12 santrinya adalah mahasiswa Indonesia yang belajar melalui skema kerja sama PBNU dan Kementerian Wakaf Maroko.
*republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)