Rencana konversi minyak tanah ke gas di Kabupaten Batanghari belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Pemerintah Kabupaten Batanghari merasa masih butuh dilakukan sosialisasi terkait adanya penolakan-penolakan dari warga di sejumlah desa di Batanghari.
“Ada beberapa desa yang menolak dilakukannya konversi. Kami rasa ini terjadi karena masih kurangnya sosialisasi penggunaan gas yang tepat dan aman kepada masyarakat, dan ditambah lagi berita di televisi yang sering menayangkan kebocoran dan ledakan tabung gas,” ucap Badawi, Kabag Sumber Daya Alam (SDA) Setda Batanghari kepada Tribun, Senin (17/1).
Ia menyebut, instansi teknis harus turun ke lapangan menemui masyarakat dan melakukan sosialisasi hingga akhirnya masyarakat mendapatkan pemahaman yang benar tentang penggunaan gas, dan tak lagi terjadi penolakan konversi minyak tanah ke gas. “Penolakan itu karena kurang sosialisasi,” ucapnya.
Penolakan untuk konversi minyak tanah ke gas utamanya terjadi pada masyarakat pedesaan. Seperti diwartakan sebelumnya, masyarakat selain takut akan keselamatan karena gas meledak, mereka juga takut minyak tanah akan menghilang dari pasaran sebagai dampak dari konversi.
Bagi warga, minyak tanah bukan hanya diandalkan untuk keperluan memasak, tapi juga bahan bakar untuk lampu minyak (lampu pelita) yang masih digunakan oleh masyarakat yang hingga kini belum mendapat aliran listrik, seperti di Desa Jebak, Desa Pulau Raman, Desa Bunku, dan desa lainnya. (ang)
*tribunjambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)