Teror Bom buku diduga kuat merupakan pengalihan, agar publik berpaling dari isu Wikileaks, Gayus, dan Bank Century, yang tengah mengguncang jantung kekuasaan. Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar menyatakan, teror bom buku tidak hanya mencerminkan ketidakberdayaan intelijen negara, tetapi juga membuktikan ketidakmampuan rezim pemerintahan mengendalikan dan menjaga ketertiban umum.
"Kalau Polri gagal mengungkap pelakunya, publik akan percaya bahwa tangan-tangan kotor pemerintah berada di balik teror bom buku itu," katanya di Jakarta melalui hubungan telepon seluler, Jumat (18/3).
Disadari atau tidak, target pengiriman tiga bom buku beberapa hari lalu itu, memperuncing disharmoni kehidupan umat beragama, khususnya sesama umat Islam.
"Saya melihat ada tangan-tangan kotor yang mulai berupaya mengeskalasi sekaligus mempertegas dikotomi Islam Konservatif versus Islam Liberal di Indonesia," ujarnya.
Karena itu, Bambang Soesatyo tidak percaya pada asumsi, pelaku teror bom buku merupakan kelompok-kelompok yang menentang Islam Liberal.
Keyakinannya ini, menurutnya, mengacu pada dua indikator berikut. "Pertama, umat beragama kita sudah sangat terbuka, baik dalam bersikap maupun menyatakan pendapatnya. Keterbukaan itu bisa dilihat dalam polemik seputar eksitensi Ahmadiyah di Indonesia," ungkapnya.
Kalau pun ada sekelompok umat yang bersikap ekstra keras, lanjutnya, mereka mengaktualisasikan kemarahannya secara terbuka, tidak sembunyi-sembunyi ala pelaku pengirim bom buku.
"Namun, jika pun terjadi kekerasan berdarah seperti di Cikeusik, toh kekerasan Cikeusik ternyata direkayasa," ungkapnya.
Indikator kedua, kata Bambang Soesatyo, target tiga bom buku itu tidak mematikan.
"Bomnya dirakit mereka yang ahli dan direkayasa, agar bisa meminimalkan korban. Kalau pelakunya benar-benar penentang Islam Liberal, saya yakin teror itu pasti mematikan," tegasnya.
Jadi, menurutnya, pelakunya terkesan hanya ingin mencari sensasi dan menciptakan kehebohan baru, agar publik segera berpaling dari tsunami, Wikileaks, juga Gayus, dan Bank Century, yang sedang mengguncang jantung kekuasaan.
"Jika fungsi intelijen negara tidak segera direvitalisasi, kita semua harus siap mental, karena model teror seperti penebaran bom buku diperkirakan akan terus berlanjut," katanya.
Sebaliknya, menurut Bambang Soesatyo, stabilitas nasional akan terjaga jika pemerintah efektif menjalankan perannya sebagai penjaga ketertiban umum dan tidak ikut-ikutan memperkeruh suasana. (Ant/OL-12)
"Kalau Polri gagal mengungkap pelakunya, publik akan percaya bahwa tangan-tangan kotor pemerintah berada di balik teror bom buku itu," katanya di Jakarta melalui hubungan telepon seluler, Jumat (18/3).
Disadari atau tidak, target pengiriman tiga bom buku beberapa hari lalu itu, memperuncing disharmoni kehidupan umat beragama, khususnya sesama umat Islam.
"Saya melihat ada tangan-tangan kotor yang mulai berupaya mengeskalasi sekaligus mempertegas dikotomi Islam Konservatif versus Islam Liberal di Indonesia," ujarnya.
Karena itu, Bambang Soesatyo tidak percaya pada asumsi, pelaku teror bom buku merupakan kelompok-kelompok yang menentang Islam Liberal.
Keyakinannya ini, menurutnya, mengacu pada dua indikator berikut. "Pertama, umat beragama kita sudah sangat terbuka, baik dalam bersikap maupun menyatakan pendapatnya. Keterbukaan itu bisa dilihat dalam polemik seputar eksitensi Ahmadiyah di Indonesia," ungkapnya.
Kalau pun ada sekelompok umat yang bersikap ekstra keras, lanjutnya, mereka mengaktualisasikan kemarahannya secara terbuka, tidak sembunyi-sembunyi ala pelaku pengirim bom buku.
"Namun, jika pun terjadi kekerasan berdarah seperti di Cikeusik, toh kekerasan Cikeusik ternyata direkayasa," ungkapnya.
Indikator kedua, kata Bambang Soesatyo, target tiga bom buku itu tidak mematikan.
"Bomnya dirakit mereka yang ahli dan direkayasa, agar bisa meminimalkan korban. Kalau pelakunya benar-benar penentang Islam Liberal, saya yakin teror itu pasti mematikan," tegasnya.
Jadi, menurutnya, pelakunya terkesan hanya ingin mencari sensasi dan menciptakan kehebohan baru, agar publik segera berpaling dari tsunami, Wikileaks, juga Gayus, dan Bank Century, yang sedang mengguncang jantung kekuasaan.
"Jika fungsi intelijen negara tidak segera direvitalisasi, kita semua harus siap mental, karena model teror seperti penebaran bom buku diperkirakan akan terus berlanjut," katanya.
Sebaliknya, menurut Bambang Soesatyo, stabilitas nasional akan terjaga jika pemerintah efektif menjalankan perannya sebagai penjaga ketertiban umum dan tidak ikut-ikutan memperkeruh suasana. (Ant/OL-12)
*mediaindonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)