Polri meminta masyarakat untuk mewaspadai kiriman paket buku. Berdasar informasi intelijen, masih banyak paket buku berisi bom beredar dan ditujukan kepada kalangan tertentu. Kapolda Metro Jaya Irjen Sutarman mengingatkan, apabila menerima bingkisan yang mencurigakan dan alamat pengirimnya tidak dikenal, taruh di tempat aman dan hubungi polisi.
”Informasi intelijen kita, masih banyak paket buku (berisi) bom yang telah dikirim,tapi saya tidak bisa memberikan informasi secara detail karena itu data intelijen,” ujar Kapolda kepada wartawan kemarin.
Peringatan ini disampaikan terkait paket buku berisi bom yang ditujukan kepada aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) UlilAbsarAbdalla melalui Kantor KBR 68 H di Kompleks Komunitas Utan Kayu dan Kalakhar Badan Narkoba Nasional (BNN) Komjen Gories Mere di Gedung BNN, Jalan MT Haryono, No 11 Cawang, Jakarta Timur sehari sebelumnya. Paket yang sama juga dikirimkan ke rumah Ketua Pemuda Pancasila (PP) Yapto S Soeryosumarno di Jalan Benda Ujung, Ciganjur,Jakarta Selatan.
Paket di Utan Kayu berjudul sama dengan di Gedung BNN yakni ‘’Mereka Harus Dibunuh karena Dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin’’. Sedangkan di kediaman Yapto berjudul beda, tapi masih seputar jihad. Paket buku berisi bom di Utan Kayu meledak dan melukai lima orang di antaranya Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan Sedangkan bom di Gedung BNN yang diterima sore hari berhasil dijinakkan petugas Gegana Satuan Brimob Polda Metro Jaya.
Tim Gegana juga berhasil menjinakkan paket buku berisi bom di rumah Yapto setelah mendapat laporan ada kiriman barang mencurigakan sekitar pukul 21.00 WIB.”Ketiga bom yang dikirim sama, bentuknya paket buku semua, tapi di rumah Yapto dengan judul yang berbeda yaitu tentang jihad,” ungkap Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Kabag Penum Divisi Humas Mabes Kombes Boy Rafli Amar menjelaskan, kepolisian saat ini hanya menerima laporan atas tiga laporan paket buku berisi bom.
Bom diledakkan secara manual tanpa pengatur waktu ataupun detonator. Pengirim berharap judul buku yang dikemas dapat menarik minat hingga sasaran membuka buku dengan harapan bom dapat terpicu. ‘’Puslabfor saat ini sedang melakukan pemeriksaan guna meneliti bom yang meledak, termasuk jenis bahan materialnya. Sementara diketahui bom bermaterial potasium florat,” kata Boy saat menghadiri peresmian Balai Wartawan Polda Metro Jaya kemarin.
Pengamat intelijen Mardigu Wawiek Prasantyo menilai, pelaku aksi teror bom dari paket buku yang ditempatkan pada tiga lokasi pada Selasa (15/2) merupakan jaringan kelompok terlatih.Merakit bom yang menggunakan pegas mempunyai kesulitan tersendiri. ”Terlihat ini bukan kerjaan orang yang ecek-ecek karena merakit bom pegas harus belajar lama. Ini pasti sangat profesional,”kata dia.
Selama ini aksi bom menggunakan bom jenis mercon atau sumbu, bukan menggunakan pegas.Selain mempunyai tingkat kesulitan tinggi, bahan untuk merakit bom itu juga masih sulit didapatkan di Indonesia. Pelaku sepertinya pernah belajar merakit bom di luar negeri. Menurut dia, bom tersebut bukan untuk membunuh, melainkan hanya memberikan pesan kepada sasaran.Apabila bertujuan membunuh, bom yang digunakan tentu mempunyai daya ledak tinggi.”Istilahnya cuma ingin memberi statement‘ hati-hati jangan mainmain sama saya’ selain itu bisa jadi memberikan pesan aksi seperti ini bisa kembali dilakukan,” ujar Mardigu.
Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Hasyim Muzadi melihat akar dari teror bom di sejumlah tempat di Jakarta tetap bermotif visi ideologi agama.”Karena visi garis keras bergerak dalam bentuk ekstremisme atau terorisme. Dia menjadi musuh hukum dan negara yang ditangani Densus 88, dan kelompok pembantunya kemudian ikut diserang,” kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta,Rabu (16/3).
Menurut mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, penanganan terorisme di Indonesia harus komprehensif.Untuk itu,yang diperlukan adalah pendekatan visi keagamaan, hukum, intelijen, dan pengamanan secara berbarengan. Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang dan Depok ini mengatakan, ada dua kelompok ekstrem yang masuk di Indonesia yaitu ekstrem keras kanan (tatorruf tasyadudi) dan ekstrem lunak atau liberal pro- Barat (tatorruf tasahuli).
Pada satu titik waktu,kedua visi ini akan saling meledakkan. Ekstrem keras misalnya dengan cara mengirim ”bom Ulil”dan liberal pun akan menyerang dengan wacana ”Kebebasan Tanpa Bentuk” atau mendorong kekuatan kekuasaan melakukan represi.
Peringatan ini disampaikan terkait paket buku berisi bom yang ditujukan kepada aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) UlilAbsarAbdalla melalui Kantor KBR 68 H di Kompleks Komunitas Utan Kayu dan Kalakhar Badan Narkoba Nasional (BNN) Komjen Gories Mere di Gedung BNN, Jalan MT Haryono, No 11 Cawang, Jakarta Timur sehari sebelumnya. Paket yang sama juga dikirimkan ke rumah Ketua Pemuda Pancasila (PP) Yapto S Soeryosumarno di Jalan Benda Ujung, Ciganjur,Jakarta Selatan.
Paket di Utan Kayu berjudul sama dengan di Gedung BNN yakni ‘’Mereka Harus Dibunuh karena Dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin’’. Sedangkan di kediaman Yapto berjudul beda, tapi masih seputar jihad. Paket buku berisi bom di Utan Kayu meledak dan melukai lima orang di antaranya Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan Sedangkan bom di Gedung BNN yang diterima sore hari berhasil dijinakkan petugas Gegana Satuan Brimob Polda Metro Jaya.
Tim Gegana juga berhasil menjinakkan paket buku berisi bom di rumah Yapto setelah mendapat laporan ada kiriman barang mencurigakan sekitar pukul 21.00 WIB.”Ketiga bom yang dikirim sama, bentuknya paket buku semua, tapi di rumah Yapto dengan judul yang berbeda yaitu tentang jihad,” ungkap Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Kabag Penum Divisi Humas Mabes Kombes Boy Rafli Amar menjelaskan, kepolisian saat ini hanya menerima laporan atas tiga laporan paket buku berisi bom.
Bom diledakkan secara manual tanpa pengatur waktu ataupun detonator. Pengirim berharap judul buku yang dikemas dapat menarik minat hingga sasaran membuka buku dengan harapan bom dapat terpicu. ‘’Puslabfor saat ini sedang melakukan pemeriksaan guna meneliti bom yang meledak, termasuk jenis bahan materialnya. Sementara diketahui bom bermaterial potasium florat,” kata Boy saat menghadiri peresmian Balai Wartawan Polda Metro Jaya kemarin.
Pengamat intelijen Mardigu Wawiek Prasantyo menilai, pelaku aksi teror bom dari paket buku yang ditempatkan pada tiga lokasi pada Selasa (15/2) merupakan jaringan kelompok terlatih.Merakit bom yang menggunakan pegas mempunyai kesulitan tersendiri. ”Terlihat ini bukan kerjaan orang yang ecek-ecek karena merakit bom pegas harus belajar lama. Ini pasti sangat profesional,”kata dia.
Selama ini aksi bom menggunakan bom jenis mercon atau sumbu, bukan menggunakan pegas.Selain mempunyai tingkat kesulitan tinggi, bahan untuk merakit bom itu juga masih sulit didapatkan di Indonesia. Pelaku sepertinya pernah belajar merakit bom di luar negeri. Menurut dia, bom tersebut bukan untuk membunuh, melainkan hanya memberikan pesan kepada sasaran.Apabila bertujuan membunuh, bom yang digunakan tentu mempunyai daya ledak tinggi.”Istilahnya cuma ingin memberi statement‘ hati-hati jangan mainmain sama saya’ selain itu bisa jadi memberikan pesan aksi seperti ini bisa kembali dilakukan,” ujar Mardigu.
Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Hasyim Muzadi melihat akar dari teror bom di sejumlah tempat di Jakarta tetap bermotif visi ideologi agama.”Karena visi garis keras bergerak dalam bentuk ekstremisme atau terorisme. Dia menjadi musuh hukum dan negara yang ditangani Densus 88, dan kelompok pembantunya kemudian ikut diserang,” kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta,Rabu (16/3).
Menurut mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, penanganan terorisme di Indonesia harus komprehensif.Untuk itu,yang diperlukan adalah pendekatan visi keagamaan, hukum, intelijen, dan pengamanan secara berbarengan. Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang dan Depok ini mengatakan, ada dua kelompok ekstrem yang masuk di Indonesia yaitu ekstrem keras kanan (tatorruf tasyadudi) dan ekstrem lunak atau liberal pro- Barat (tatorruf tasahuli).
Pada satu titik waktu,kedua visi ini akan saling meledakkan. Ekstrem keras misalnya dengan cara mengirim ”bom Ulil”dan liberal pun akan menyerang dengan wacana ”Kebebasan Tanpa Bentuk” atau mendorong kekuatan kekuasaan melakukan represi.
Baik ekstrem keras maupun ekstrem liberal, lanjutnya, pada hakikatnya gerakan global, bukan intrinsik domestik Indonesia,namun menggunakan Indonesia sebagai lahan konflik. ”Kalau sekarang sudah meledak seperti sekarang ini, artinya akan berbuntut panjang dan memerlukan kewaspadaan nasional karena kedua visi itu telah merambah ke mana-mana,”ungkapnya.
*seputar-indonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)