Megawati Soekarnoputri dipastikan tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Umum PDI Perjuangan itu hanya mengirimkan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo dan Ketua Bidang Hukum dan HAM PDIP Trimedya Panjaitan. Menanggapi tak datangnya Mega, Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, M Jasin mengatakan, pihaknya akan bertindak fleksibel. "KPK akan bersikap fleksibel.
Jika Ibu Mega tidak mau memenuhi panggilan, maka KPK yang akan datang menemui mantan presiden tersebut," kata Jasin dalam acara Sosialisasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Perspektif UU No 8/2010 di Hotel Bumi Surabaya Senin, 21 Februari 2011.
Meski demikian, menurut Jasin, pemanggilan Megawati belum projustisia atau tidak ada unsur paksaan untuk menghadirkan seseorang. Menurutnya, pemanggilan Mega seperti pemanggilan yang dilakukan terhadap Boediono dan Sri Mulyani dalam kasus Bank Century.
Jika Mega memenuhi panggilan KPK, menurutnya, adalah sebuah poin bagus untuk PDIP. "Kan, kedudukan semua orang itu sama di dalam hukum," tegas Jasin.
"Tidak ada sesuatu yang istimewa, tidak ada tebang pilih atau memberikan special treatment kepada yang berkuasa," tambah Jasin.
Jasin sendiri menilai bahwa seharusnya para tersangka atau yang meminta, bisa berkoordinasi dengan Megawati sehingga apa yang disampaikan barangkali bisa meringankan.
KPK meminta Mega datang menjadi saksi meringankan terkait kasus suap pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia.
Pemanggilan dilakukan permintaan tersangka Max Moein dan Poltak Sitorus yang meminta Megawati menjadi saksi yang meringankan. Johan menjelaskan, berdasarkan pasal 65 KUHAP, para tersangka memiliki hak untuk mengajukan dan meminta saksi yang dianggapnya meringankan.
Sebelumnya, dalam pemeriksaan pekan lalu, Max Moein, tersangka kasus suap dalam pemilihan deputi gubernur senior BI pada 2004 meminta KPK memeriksa Megawati. Politisi PDI Perjuangan ini menilai Megawati mengetahui aliran uang yang diberikan kepada kader partai itu.
"Uang itu kami terima dari bendahara fraksi," ujar Max usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Kamis 10 Februari 2011.
Max mengaku tidak mengetahui asal usul dan kegunaan uang Rp500 juta yang diterimanya itu. Max Moein menegaskan bahwa sebagai kader dia hanya menjalankan instruksi partai. Partai yang lebih tahu soal ke mana dan dari mana uang tersebut.
Laporan: Tudji Martuji| Surabaya• VIVAnews
Meski demikian, menurut Jasin, pemanggilan Megawati belum projustisia atau tidak ada unsur paksaan untuk menghadirkan seseorang. Menurutnya, pemanggilan Mega seperti pemanggilan yang dilakukan terhadap Boediono dan Sri Mulyani dalam kasus Bank Century.
Jika Mega memenuhi panggilan KPK, menurutnya, adalah sebuah poin bagus untuk PDIP. "Kan, kedudukan semua orang itu sama di dalam hukum," tegas Jasin.
"Tidak ada sesuatu yang istimewa, tidak ada tebang pilih atau memberikan special treatment kepada yang berkuasa," tambah Jasin.
Jasin sendiri menilai bahwa seharusnya para tersangka atau yang meminta, bisa berkoordinasi dengan Megawati sehingga apa yang disampaikan barangkali bisa meringankan.
KPK meminta Mega datang menjadi saksi meringankan terkait kasus suap pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia.
Pemanggilan dilakukan permintaan tersangka Max Moein dan Poltak Sitorus yang meminta Megawati menjadi saksi yang meringankan. Johan menjelaskan, berdasarkan pasal 65 KUHAP, para tersangka memiliki hak untuk mengajukan dan meminta saksi yang dianggapnya meringankan.
Sebelumnya, dalam pemeriksaan pekan lalu, Max Moein, tersangka kasus suap dalam pemilihan deputi gubernur senior BI pada 2004 meminta KPK memeriksa Megawati. Politisi PDI Perjuangan ini menilai Megawati mengetahui aliran uang yang diberikan kepada kader partai itu.
"Uang itu kami terima dari bendahara fraksi," ujar Max usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Kamis 10 Februari 2011.
Max mengaku tidak mengetahui asal usul dan kegunaan uang Rp500 juta yang diterimanya itu. Max Moein menegaskan bahwa sebagai kader dia hanya menjalankan instruksi partai. Partai yang lebih tahu soal ke mana dan dari mana uang tersebut.
Laporan: Tudji Martuji| Surabaya• VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)