Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah tetap pada pendirian bahwa kepala daerah DI Yogyakarta dipilih oleh DPRD, bukan ditetapkan secara langsung. Penegasan itu disampaikan Gamawan pada rapat dengan Komisi II DPR RI tentang Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta di DPR RI, Jakarta, Rabu (26/1/2011).
Posisi Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX tetap seperti yang disarankan pemerintah, yaitu sebagai gubernur utama dann wakil gubernur utama yang menjalankan fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan penjaga budaya, serta simbol pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Meski demikian, Sultan dan Paku Alam tetap memiliki keistimewaan pada bidang kebudayaan, pertanahan, dan penataan ruang.
Di bidang kebudayaan, keduanya memiliki kewenangan penuh dalam mengatur dan mengurus pelestarian, serta pembaruan aset dan nilai-nilai budaya Jawa, khususnya Yogyakarta. Di bidang pertanahan, Sultan dan Paku Alam memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepemilikan, penguasaan, dan pengelolaan tanah.
Keduanya juga berwenang dalam memberikan arah umum kebijakan, pertimbangan, persetujuan, dan veto terhadap rancangan Peraturan Daerah Istimewa yang diajukan DPRD dan Gubernur dan atau perda istimewa yang berlaku.
Hal ini dikatakan Gamawan sejalan dengan prinsip otonomi daerah. "Sejak otonomi daerah digulirkan, kewenangan yang dimiliki daerah semakin besar dan kompleks. Dengan demikian, tugas-tugas gubernur akan menguras energi, pikiran, dan fisik yang prima. Sementara secara alamiah kemampuan manusia ada batasnya. Bila saatnya nanti Sultan dan Paku Alam berusia senja, adalah tidak pada tempatnya membebani beliau dengan tugas-tugas yang sangat berat. Atau bila Sultan bertakhta seorang yang berusia remaja, adalah tidak pada tempatnya pula diberi tugas berat yang mungkin belum mampu dipikulnya. Sementara di sisi lain rakyat Yogyakarta selalu penuh harap akan hadirnya pemimpin yang energik dan prima dalam mempercepat kesejahteraan dan kemajuan daerah," kata Gamawan.
Selain itu, ujar Gamawan, ditinjau dari aspek akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan, setiap kepala daerah dituntut mempertanggungjawabkan akibat hukum dari segala tindakan pemerintahan yang dilakukannya.
"Demikian luasnya ranah pemerintahan itu, setiap kepala daerah memiliki potensi salah dan alpa dalam menetapkan kebijakan, mengambil keputusan, dan tindakan sehingga berimplikasi hukum," katanya.
Gamawan melanjutkan, "Kita sama sekali tidak berharap, tetapi tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi akibat dari kelemahan manusia yang bersifat alami. Dalam hal ini, kita merasa miris apabila Sultan yang kita hormati tersangkut masalah hukum sebagai konsekuensi digabungnya kesultanan dan pemerintahan. Bila dipisahkan antara kesultanan dan pemerintahan, tepatlah adagium yang menyatakan, the king can do no wrong."
*kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)