JAMBI - Sejarah Berdirinya Provinsi Jambi


6 Januari 2011, Provinsi Jambi genap berusia 54 tahun. Jika diibaratkan dengan usia manusia, kini negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini sudah memasuki usia senja. Namun, mungkin masih banyak masyarakat Jambi yang belum mengetahui sejarah berdirinya Provinsi Jambi. 

Maka dari itu, pada momen HUT Provinsi Jambi ke-54 ini, ada baiknya kita menilik ke belakang bagaimana sejarah berdirinya Provinsi Jambi.

Dari berbagai buku sejarah dan literatur yang diperoleh dari website Provinsi Jambi, cikal bakal Provinsi Jambi dimulai dari Karesidenan. Kata “karesidenan”, berasal dari Bahasa Belanda Residentie. Karesidenan adalah sebuah pembagian administratif dalam sebuah provinsi di Hindia Belanda dan kemudian Indonesia hingga tahun 1950-an dimana dibagi dalam beberapa afdeeling (kabupaten). Jambi ditetapkan sebagai karesidenan pada tanggal 27 April 1904, setelah gugurnya Sultan Thaha Saifuddin dan berakhirnya masa Kesultanan Jambi.  

Ketika itu Belanda berhasil menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi. Awalnya Karesidenan Jambi masuk  ke dalam wilayah Nederlandsch Indie.

Residen Jambi yang pertama, O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda  No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan  pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906. Kekuasaan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun, karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada Sekutu.

Tanggal 17 Agustus 1945, diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Sumatera di saat Proklamasi tersebut menjadi satu provinsi yaitu Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibu kotanya, serta MR Teuku Muhammad Hasan ditunjuk memegangkan jabatan gubernur.

Pada tanggal 18 April 1946, Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukittinggi dan memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga sub provinsi, yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.

Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup Karesidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik Karesidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah, ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut sehingga Karesidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah. 

Sub-sub provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1948 ditetapkan sebagai provinsi.

Dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Karesidenan Jambi saat itu, terdiri dari dua kabupaten dan satu Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari Kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal.

Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin Karesidenan Jambi menjadi bagian Sumatera Selatan dan di bagian lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Sementara, Kerinci kembali dikehendaki masuk Karesidenan Jambi. Hal ini karena sejak tanggal 1 Juni 1922, Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke Karesidenan Sumatera Barat. Tepatnya menjadi bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK).

Tuntutan Karesidenan Jambi menjadi Daerah Tingkat I Provinsi diangkat dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) tanggal 10 April 1954 yang diserahkan langsung kepada Bung Hatta, Wakil Presiden RI di Bangko, yang ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci).

Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda Se-Daerah Jambi 30 April - 3 Mei 1954 dengan mengutus tiga orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.

Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya, pada Kongres Rakyat Jambi 14 - 18 Juni 1955 di gedung Bioskop Murni, terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.

Pada Kongres Pemuda Se-Daerah Jambi tanggal 2 - 5 Januari 1957, mendesak BKRD menyatakan Karesidenan Jambi secara de facto menjadi provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957.

Sidang Pleno BKRD tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00, dengan resmi menetapkan Karesidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih Pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari 1957, selanjutnya menyetujui keputusan BKRD.

Pada tanggal 8 Februari 1957, Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai Acting Gubernur dan H. Hanafi sebagai Wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi, dengan staf 11 orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad, Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di halaman rumah Residen Jambi (kini Gubernuran Jambi).

Pada tanggal 9 Agustus 1957, Presiden RI Soekarno akhirnya menandatangani UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi di Denpasar, Bali. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958, UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau (UU tahun 1957 No. 75) ditetapkan sebagai undang-undang.

Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi, wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.

Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958, Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4). 

Kemudian, pejabat gubernur pada tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati secara de jure Provinsi Jambi ditetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958, tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD, maka tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor 1 tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi. 

*jambi-independent.co.id

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)