Satuan administrasi manunggal satu atap (Samsat) Batanghari mencatat sejumlah perusahaan yang memiliki kendaraan alat berat di Batanghari belum menuntaskan kewajibannya untuk membayar pajak. Diperkirakan jumlah pajak kendaraan yang belum dibayarkan itu ratusan juta bahkan tidak menutup kemungkinan bisa miliaran rupiah.
“Semua alat berat milik swasta dikenakan pajak. Itu akan menjadi pendapatan bagi negara. Kondisi saat ini, masih ada perusahaan yang menurut catatan kami belum membayar pajak alat beratnya. Bahkan ada juga perusahaan yang belum mendaftarkan alat beratnya kepada kami (Samsat),” kata Kepala Samsat Batanghari, Riduan kepada Tribun saat melakukan sidak ke sejumlah perusahaan, Senin (13/12).
Ia menyebut, pihaknya telah berkali-kali menyurati perusahaan penyedia alat berat supaya segera mendaftarkan alat beratnya ke Samsat, dan segera melakukan pembayaran atas pajak yang selama ini ditunggak. “Seperti kendaraan milik PT IJN ini, sudah kami surati berkali-kali,” ujarnya saat sidak di PT IJN yang berada di Desa Sungai Buluh, Muara Bulian.
Kepada perusahaan tersebut, katanya, sudah disurati supaya segera melapor ke Samsat, dan seandainya sudah membayar pajak alat berat di tempat lain, supaya segera menunjukkan tanda buktinya.
“Tapi kami seolah-olah dicueki. Sudah layangkan surat sebanyak tiga kali, tapi mereka tidak merespon, dan bahkan mencueki surat yang kami tembuskan kepada Dispenda. Berdasarkan daftar di Samsat, semua kendaraan alat berat yang ada disini (IJN) belum didaftarkan,” ungkapnya.
Selain di PT IJN, pihaknya juga telah mendapat informasi ada penunggakan pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang merentalkan kendaraannya kepada sebuah perusahaan pertambangan batubara di Kecamatan Batin XXIV.
“Informasi yang kami dapat sekarang ada perusahaan rental yang belum mau melakukan pembayaran. Kami sebentar lagi akan kesana untuk melakukan pengecekan,” ujarnya yang melakukan sidak ke perusahaan bersama Satlantas Polres Batanghari dan Satpol PP Batanghari.
Pimpinan PT IJN sendiri tidak mereka temui sidak ke perusahaan tersebut sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka hanya berhasil menemui security dan seorang bagian logistik. Namun dari mereka tim gabungan itu tidak berhasil mendapatkan jawaban yang memuaskan.
“Saya tidak tahu masalah pajak. Semua urusan tentang pajak diurus orang kantor,” kata Nova, staf bagian logistik yang ditemui di lokasi perusahaan. Terkait surat yang dilayangkan selama ini, ia mengaku memang telah menerimanya dari pihak Samsat.
“Tapi semua surat itu sudah saya sampaikan kepada orang kantor. Tindak lanjutnya mereka yang paham,” ungkapnya.
Informasi yang dihimpun Tribun, perusahaan tersebut memiliki kendaraan alat berat yang jumlahnya belasan. Semua kendaraan yang ada di sana belum didaftarkan kepada Samsat sejak beroperasi awal tahun 2007. Secara otomatis, pajak kendaraan juga belum dibayarkan karena tidak terdaftar.
“Kami akan terus melakukan penagihan. Tidak boleh hanya perusahaan yang untung, sementara daerah tidak dapat kompensasi apa-apa atas kehadiran dan penghasilan perusahaan,” ungkap Riduan. Ia menyebut akan segera menyampaikan laporan kepada Gubernur Jambi bahwa ada perusahaan yang belum mendaftarkan alat beratnya dan belum membayar pajak.
“Kami akan mendata ulang semua alat berat yang ada di Batanghari ini. Hasilnya akan kami laporkan kepada Gubernur, termasuk perusahaan yang tidak membayar pajak, sebab kami bekerja atas intruksi langsung dari Gubernur,” jelasnya.
Terkait sanksi bagi perusahaan yang melakukan penunggakan pajak, Riduan mengatakan perusahaan itu akan dikenakan denda atas keterlambatannya. “Saat membayar pajak akan dikenakan denda sesuai dengan lamanya penunggakan. Makanya kami harapkan perusahaan yang lain segera membayar pajak sebelum melewati batas waktu pembayaran,” ucapnya.
*Potensi Besar
Pajak alat berat disebut Riduan sebagai potensi besar untuk menjadi menaikkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan data yang dirincinya, pada tahun 2009, terdata sebanyak 106 alat berat, dan daerah memperoleh pendapatan hampir Rp 1 miliar. Sedang pada tahun 2010 ini, ada 108 alat berat yang sudah dibayarkan pajaknya.
Pajak alat berat disebut Riduan sebagai potensi besar untuk menjadi menaikkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan data yang dirincinya, pada tahun 2009, terdata sebanyak 106 alat berat, dan daerah memperoleh pendapatan hampir Rp 1 miliar. Sedang pada tahun 2010 ini, ada 108 alat berat yang sudah dibayarkan pajaknya.
“Pendapatan dari pajak alat berat ini memiliki potensi yang sangat luar biasa. Menurut kami yang sudah melakukan pembayaran ini baru sekitar 60 persen, karena masih banyak alat berat yang belum terdata dan belum dibayarkan pajaknya,” ujarnya.
Bila semua pengusaha alat berat di Batanghari benar-benar menunaikan kewajiban membayar pajak, ia memperkirakan pendapatan dari sektor itu tidak kurang dari dua miliar rupiah. “Makanya kami sangat intens untuk terus melakukan pendataan dan pengawasan,” katanya.
Bila semua pengusaha alat berat di Batanghari benar-benar menunaikan kewajiban membayar pajak, ia memperkirakan pendapatan dari sektor itu tidak kurang dari dua miliar rupiah. “Makanya kami sangat intens untuk terus melakukan pendataan dan pengawasan,” katanya.
Pihaknya akan melakukan penyisiran terhadap semua perusahaan di Batanghari untuk memastikan semua perusahaan yang memiliki alat berat mendaftarkan alatnya, dan membayar pajaknya. “Semua kecamatan akan kami sisir. Jangan sampai daerah tidak mendapatkan kompensasi dari pajak alat berat,” pungkasnya.
*tribunjambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)