Niat Kejaksaan Agung mencairkan duit Tommy Soeharto sebesar 36 juta euro atau setara Rp 400 miliar yang dibekukan Pengadilan Guernsey di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas, Inggris dipertanyakan. Pasalnya, Korps Adhyaksa itu mengaku belum mendapatkan Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Saat ini belum bisa dilaksanakan karena belum ada surat kuasa yang masuk,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Babul Khoir Harahap kepada Rakyat Merdeka
Babul menyarankan kepada pihak Kementerian Keuangan dan Bank Mandiri untuk mengeluarkan SKK, agar lembaganya bisa menempuh langkah hukum terhadap duit Tommy itu. “Sekarang apa yang mau diproses jika SKK-nya saja belum ada. Sebaiknya diproses dulu SKK yang akan diserahkan. Kami bekerja di sini sesuai peraturan yang berlaku, jadi tidak boleh serampangan,” katanya.
Kepala Biro Hukum Kemenkeu, Indra Surya, mengatakan, lembaganya telah mengeluarkan SKK untuk menyelesaikan kasus dengan perusahaan milik Tommy Soeharto tersebut. “Ketika JPN masih dipegang oleh Yoseph Suardi, kami sudah mengirimkan SKK,” katanya.
Dikatakan, SKK hanya diterbitkan untuk satu kasus, dan dalam kasus duit Tommy di BNP Paribas ini Kemenkeu tidak akan menerbitkannya lagi. “Untuk apa membuat SKK lagi. Setahu saya SKK itu dibuat hanya sekali sampai kasus tersebut selesai, kecuali jika kasusnya itu baru,” terangnya.
Meski begitu, Kemenkeu terus mengupayakan melalui proses hukum untuk mendaptakan uang sebesar 36 juta euro tersebut.
“Pastinya akan kami lanjutkan, uang itu milik negara, bukan milik Tommy. Sampai kapan pun akan kami upayakan. Kami berharap Kejagung untuk bisa proaktif dalam menyelesaikan masalah ini,” tambahnya.
Bekas Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) Yoseph Suardi Sabda, mengatakan, pembekuan terhadap duit Tommy di BNP Paribas masih diberlakukan. “Saya terima kabar dari pihak pengadilan Inggris, namanya Joseph Collin, kata dia pembekuan rekening masih terus dilakukan,” bebernya.
Bekas Jaksa Pengacara Negara (JPN) perkara Supermar ini mengaku heran dengan pihak Tommy yang masih ngotot ingin mencairkan uang 36 juta euro yang berada di BNP Paribas tersebut. “Saya heran terhadap kubu Tommy yang terus menerus mencoba mencairkan dana tersebut,” tambahnya.
Yoseph menambahkan, apabila pihak Tommy beserta para pengacaranya bersikeras mengajukan tuntutan balik, pemerintah dapat melakukan perlawanan balik. “Pemerintah masih punya otoritas untuk melawan, yaitu dengan menggunakan salinan putusan PK dari MA,” paparnya.
Rico Pandairot selaku kuasa hukum PT Timor Putra Nusantara (TPN) berkeyakinan, bila pemerintah ingin menggugat duit Tommy dengan mengajukan alat bukti putusan PK atas perkara kepemilikan aset kliennya sebesar Rp 1,2 triliun akan ditolak Pengadilan Guernsey. “Apa urusannya, itu urusan lain. Sedangkan putusan PK itu terkait utang piutang. Saya yakin (ditolak-red), karena tidak ada hubungannya,” tegasnya.
Saat ditanya rencana mengajukan PK terhadap putusan MA terkait kepemilikan aset Rp 1,2 triliun, Rico menegaskan, belum dilakukan. “Belum, karena salinan putusan PK-nya belum kami terima,” ujarnya.
Kerugian Negara Akan Tertutup Uang Itu
Adnan Topan Husodo, Wakil Koordinator ICW
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo melontarkan kekhawatirannya bila kejaksaan tidak segera membawa putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung atas perkara TPN itu ke Pengadilan Guernsey, duit 36 juta euro di BNP Paribas bisa diambil Tommy.
“Kalau tidak ada sikap dari kejaksaan, kemungkinan besar Tommy bisa mengambil alih lagi dana itu,” katanya.
Aktivis pemantau kasus-kasus korupsi ini, mengaku kecewa dengan sikap Kejaksaan Agung yang terkesan tidak proaktif dalam kasus tersebut. Menurutnya, Kejaksaan Agung bisa melakukan cara yang cepat pasca PK dari MA yang memenangkan pihak pemerintah atas PT Timor.
“Seharusnya kejaksaan bersikap proaktif. Jangan menunggu. Minta ke MA salinan putusannya atau minta konfirmasi ke Menkeu. Langkah-langkah hukum seperti ini yang tidak dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” katanya.
Dia berharap Korps Adhyaksa tersebut segera melakukan koordinasi dengan MA, untuk selanjutnya melakukan proses eksekusi terhadap duit anak bungsu penguasa orde baru tersebut. “Makin cepat bekerja, maka hasil yang didapat makin baik, kerugian negara akan tertutupi dengan uang tersebut,” tambahnya.
Jangan Sampai Duitnya Hilang
Herman Heri, Anggota Komisi III DPR
Senada aktivis ICW, politisi Senayan juga mendesak Kejaksaan Agung untuk proaktif berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Kementerian Keuangan dalam rangka menarik duit Tommy Soeharto senilai 36 juta euro di BNP Paribas, Inggris.
“Saya harapkan ada koordinasi yang baik. Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum harus bisa melakukan suatu inovasi dalam bidang hukum. Jangan terlalu lama menunggu, tapi harus menjemput. Jika terus lambat, saya rasa Presiden harus mengambil poisisi,” kata anggota Komisi III DPR, Herman Heri, kemarin.
Politisi PDIP ini setuju agar Kejaksaan Agung menggenjot kinerjanya dalam menuntaskan penarikan duit Tommy itu, karena sampai saat ini masih menunggu. “Saya setuju dengan penilaian bahwa Kejaksaan Agung saat ini kurang proaktif,” ujarnya.
Lantaran itu, dia mengaku akan mempertanyakan permasalahan tersebut kepada Kejagung pada saat rapat dengan pihaknya di DPR. “Kami akan mempertanyakan kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani masalah utang PT Timor ini, kenapa kok sampai sekarang uangnya tidak bisa dicairkan, padahal pemerintah mempunyai bukti-bukti yang kuat,” tambahnya.
Disamping itu, lanjut dia, Korps Adhyaksa didesak untuk berkoordinasi pula dengan pihak BNP Paribas di Inggris. Menurutnya, jika tidak ada koordinasi dengan bank di Inggris itu, dikhawatirkan akan terjadi masalah lainnya.
“Untuk meminimalisir keadaan, sebaiknya Kejagung juga mengejar informasi mengenai rekening Tommy di BNP Paribas, Inggris. Jangan-jangan nanti duitnya sudah hilang meskipun pihak pengadilan Inggris masih menyatakan dibekukan,” tandasnya. kemarin.
“Saat ini belum bisa dilaksanakan karena belum ada surat kuasa yang masuk,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Babul Khoir Harahap kepada Rakyat Merdeka
Babul menyarankan kepada pihak Kementerian Keuangan dan Bank Mandiri untuk mengeluarkan SKK, agar lembaganya bisa menempuh langkah hukum terhadap duit Tommy itu. “Sekarang apa yang mau diproses jika SKK-nya saja belum ada. Sebaiknya diproses dulu SKK yang akan diserahkan. Kami bekerja di sini sesuai peraturan yang berlaku, jadi tidak boleh serampangan,” katanya.
Kepala Biro Hukum Kemenkeu, Indra Surya, mengatakan, lembaganya telah mengeluarkan SKK untuk menyelesaikan kasus dengan perusahaan milik Tommy Soeharto tersebut. “Ketika JPN masih dipegang oleh Yoseph Suardi, kami sudah mengirimkan SKK,” katanya.
Dikatakan, SKK hanya diterbitkan untuk satu kasus, dan dalam kasus duit Tommy di BNP Paribas ini Kemenkeu tidak akan menerbitkannya lagi. “Untuk apa membuat SKK lagi. Setahu saya SKK itu dibuat hanya sekali sampai kasus tersebut selesai, kecuali jika kasusnya itu baru,” terangnya.
Meski begitu, Kemenkeu terus mengupayakan melalui proses hukum untuk mendaptakan uang sebesar 36 juta euro tersebut.
“Pastinya akan kami lanjutkan, uang itu milik negara, bukan milik Tommy. Sampai kapan pun akan kami upayakan. Kami berharap Kejagung untuk bisa proaktif dalam menyelesaikan masalah ini,” tambahnya.
Bekas Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) Yoseph Suardi Sabda, mengatakan, pembekuan terhadap duit Tommy di BNP Paribas masih diberlakukan. “Saya terima kabar dari pihak pengadilan Inggris, namanya Joseph Collin, kata dia pembekuan rekening masih terus dilakukan,” bebernya.
Bekas Jaksa Pengacara Negara (JPN) perkara Supermar ini mengaku heran dengan pihak Tommy yang masih ngotot ingin mencairkan uang 36 juta euro yang berada di BNP Paribas tersebut. “Saya heran terhadap kubu Tommy yang terus menerus mencoba mencairkan dana tersebut,” tambahnya.
Yoseph menambahkan, apabila pihak Tommy beserta para pengacaranya bersikeras mengajukan tuntutan balik, pemerintah dapat melakukan perlawanan balik. “Pemerintah masih punya otoritas untuk melawan, yaitu dengan menggunakan salinan putusan PK dari MA,” paparnya.
Rico Pandairot selaku kuasa hukum PT Timor Putra Nusantara (TPN) berkeyakinan, bila pemerintah ingin menggugat duit Tommy dengan mengajukan alat bukti putusan PK atas perkara kepemilikan aset kliennya sebesar Rp 1,2 triliun akan ditolak Pengadilan Guernsey. “Apa urusannya, itu urusan lain. Sedangkan putusan PK itu terkait utang piutang. Saya yakin (ditolak-red), karena tidak ada hubungannya,” tegasnya.
Saat ditanya rencana mengajukan PK terhadap putusan MA terkait kepemilikan aset Rp 1,2 triliun, Rico menegaskan, belum dilakukan. “Belum, karena salinan putusan PK-nya belum kami terima,” ujarnya.
Kerugian Negara Akan Tertutup Uang Itu
Adnan Topan Husodo, Wakil Koordinator ICW
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo melontarkan kekhawatirannya bila kejaksaan tidak segera membawa putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung atas perkara TPN itu ke Pengadilan Guernsey, duit 36 juta euro di BNP Paribas bisa diambil Tommy.
“Kalau tidak ada sikap dari kejaksaan, kemungkinan besar Tommy bisa mengambil alih lagi dana itu,” katanya.
Aktivis pemantau kasus-kasus korupsi ini, mengaku kecewa dengan sikap Kejaksaan Agung yang terkesan tidak proaktif dalam kasus tersebut. Menurutnya, Kejaksaan Agung bisa melakukan cara yang cepat pasca PK dari MA yang memenangkan pihak pemerintah atas PT Timor.
“Seharusnya kejaksaan bersikap proaktif. Jangan menunggu. Minta ke MA salinan putusannya atau minta konfirmasi ke Menkeu. Langkah-langkah hukum seperti ini yang tidak dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” katanya.
Dia berharap Korps Adhyaksa tersebut segera melakukan koordinasi dengan MA, untuk selanjutnya melakukan proses eksekusi terhadap duit anak bungsu penguasa orde baru tersebut. “Makin cepat bekerja, maka hasil yang didapat makin baik, kerugian negara akan tertutupi dengan uang tersebut,” tambahnya.
Jangan Sampai Duitnya Hilang
Herman Heri, Anggota Komisi III DPR
Senada aktivis ICW, politisi Senayan juga mendesak Kejaksaan Agung untuk proaktif berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Kementerian Keuangan dalam rangka menarik duit Tommy Soeharto senilai 36 juta euro di BNP Paribas, Inggris.
“Saya harapkan ada koordinasi yang baik. Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum harus bisa melakukan suatu inovasi dalam bidang hukum. Jangan terlalu lama menunggu, tapi harus menjemput. Jika terus lambat, saya rasa Presiden harus mengambil poisisi,” kata anggota Komisi III DPR, Herman Heri, kemarin.
Politisi PDIP ini setuju agar Kejaksaan Agung menggenjot kinerjanya dalam menuntaskan penarikan duit Tommy itu, karena sampai saat ini masih menunggu. “Saya setuju dengan penilaian bahwa Kejaksaan Agung saat ini kurang proaktif,” ujarnya.
Lantaran itu, dia mengaku akan mempertanyakan permasalahan tersebut kepada Kejagung pada saat rapat dengan pihaknya di DPR. “Kami akan mempertanyakan kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani masalah utang PT Timor ini, kenapa kok sampai sekarang uangnya tidak bisa dicairkan, padahal pemerintah mempunyai bukti-bukti yang kuat,” tambahnya.
Disamping itu, lanjut dia, Korps Adhyaksa didesak untuk berkoordinasi pula dengan pihak BNP Paribas di Inggris. Menurutnya, jika tidak ada koordinasi dengan bank di Inggris itu, dikhawatirkan akan terjadi masalah lainnya.
“Untuk meminimalisir keadaan, sebaiknya Kejagung juga mengejar informasi mengenai rekening Tommy di BNP Paribas, Inggris. Jangan-jangan nanti duitnya sudah hilang meskipun pihak pengadilan Inggris masih menyatakan dibekukan,” tandasnya. kemarin.
*Sumber:www.rakyatmerdeka.co.id
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)