NASIONAL - Mabes Polri Mesti Buka 17 Rekening Pejabatnya


Komisi Informasi Pusat (KIP) mengabulkan permohonan LSM Indonesian Corruption Watch (ICW), agar 17 rekening milik pejabat tinggi Polri yang dinilai wajar oleh Korps Bhayangkara dibuka kepada masyarakat. Putusan ini dibacakan Majelis Komisioner KIP dalam sidang sengketa informasi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.

Dalam putusannya, majelis ko­mi­sioner  yang diketuai Ahmad Alamsyah Saragih, dengan ang­go­ta Henny S Widyaningsih dan Ramly Amin Simbolon me­nga­bul­kan seluruh permohonan ICW. Ma­jelis memutuskan, informasi 17 nama pemilik rekening ang­go­ta Polri dan besaran nilainya yang telah dikategorikan wajar se­suai dengan pengumuman Ma­bes Polri pada 23 juli 2010, me­ru­pakan informasi terbuka.

Majelis menyatakan, dalil ter­mo­hon (Mabes Polri) yang meno­lak memberikan informasi ber­da­sarkan Pasal 10 A Undang-Un­dang Nomor 25 tahun 2003 se­ba­gai perubahan atas UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak me­madai untuk dijadikan sebagai dasar menolak permohonan pe­mohon (ICW).

Selain itu, lanjut Alamsyah, re­kening-rekening tersebut se­be­lum­nya sudah dinyatakan wajar oleh Korps Bhayangkara. Se­hingga, jika informasi itu dibuka kepada publik, seharusnya tidak ada masalah. “Mereka sendiri yang menilai 17 rekening itu wa­jar,” ingat Alamsyah.

Majelis juga menyatakan, in­for­masi mengenai para pemilik dan jumlah duit dalam rekening-re­kening itu tidak menghambat pro­ses penyelidikan atau pe­nyi­dikan. “Alasan bahwa jika dibuka akan mengganggu proses pe­nye­lidikan dan penyidikan, tidak bisa di­buk­tikan dengan dalil yang kuat. Apa sebenarnya yang meng­gang­gu jika rekening itu dibuka,” katanya.

Atas sederet pertimbangan itu, majelis memutuskan bahwa in­for­masi tersebut wajar untuk di­ke­tahui masyarakat. “Ini adalah amanat Undang-Undang Keter­bu­kaan Informasi Publik. Demi tegaknya keterbukaan informasi, kami minta mereka untuk mem­bukanya ke hadapan publik,” ucap Alamsyah.

Selain itu, majelis juga meme­rin­tahkan Mabes Polri mem­be­rikan informasi 17 nama pemilik rekening dan besaran nilainya yang telah dikategorikan wajar kepada ICW dalam jangka waktu selambat-lambatnya 17 (tujuh belas) hari kerja sejak putusan ber­kekuatan hukum tetap. “Me­re­ka punya waktu untuk me­nye­rahkan informasi tersebut. Saya harap mereka tidak me­nyem­bunyikan, karena jika di­sem­bunyikan, itu berarti suatu pe­lang­garan,” tegasnya.

Mendengar putusan tersebut, pihak Mabes Polri menyatakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Polri menghargai lem­baga KIP. Tapi, kami tidak se­pendapat dengan dalil Komisi ini. Lantaran itu, kami akan ajukan ke PTUN,” kata Kepala Biro Ban­tuan Hukum Mabes Polri Brigjen Iza Fadri, seusai sidang.

Menurut Iza, langkah hukum yang akan diambil Mabes Polri ini diatur dalam Bab 10 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).  “Ini bukan pu­tu­san final. Kami mendapat wak­tu dari majelis selama 14 hari un­tuk ajukan keberatan,” katanya.

Mengenai nama dan pemilik rekening sebagaimana diminta ICW, Iza mengaku, pihaknya tidak punya data tersebut. “Bareskrim saja tidak punya data tentang itu, bagaimana kami akan menyerahkan,” tandasnya.

Menanggapi sikap kepolisian tersebut, Koordinator Divisi In­vestigasi ICW Agus Su­nar­yanto mengaku sudah memprediksinya jauh sebelum putusan ini diba­cakan majelis. “Kami sudah pre­diksi jauh hari, jika kami menang pun, mereka tetap akan mera­ha­siakannya. Bagi kami ini suatu si­kap yang tidak fair,” katanya saat dihubungi.

Agus menambahkan, Mabes Polri terkesan banyak alasan un­tuk membeberkan kepada ma­sya­rakat 17 rekening yang sudah di­anggap wajar oleh mereka sen­diri. Salah satunya, pihak Mabes me­nyatakan publikasi tidak di­be­narkan saat ini karena akan meng­­hambat proses hukum. “Menghambat proses hukum yang mana,” tandasnya.

Dia menambahkan, langkah hukum yang ditempuh ICW ini bukan untuk mencari permu­suhan dengan Mabes Polri. Tapi, hanya untuk membuka informasi mengenai dugaan rekening gen­dut yang dinilai wajar oleh Ma­bes Polri.

Masalah Rekening Sangat Sensitif
Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo ber­pen­da­pat, keinginan para aktivis LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk mengetahui pe­milik 17 rekening pejabat tinggi Polri yang dinilai wajar oleh Korps Bhayangkara, tidak mungkin menjadi kenyataan.

Soalnya, menurut politikus Go­lkar ini, rekening bersifat pri­badi, meskipun sekarang ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. “Rekening itu sifatnya milik pribadi. Peng­gu­naan Undang-Undang Keter­bu­kaan Informasi Publik untuk mengetahui rekening-rekening ini, saya rasa tidak tepat,” ka­tanya, kemarin.

Menurut Bambang, upaya Polri merahasiakan 17 rekening itu sah-sah saja selama proses penetapan kategori wajar ter­se­but dapat di­per­tang­gung­ja­wab­kan. “Rekening itu kan me­nyangkut nama seseorang, tak bisa dipublikasikan. Wajar jka mereka merahasiakannya. Te­tapi perlu diingat, mereka harus te­tap bertanggung jawab,” tandasnya.

Dia menambahkan, langkah Polri itu tidak bisa dikatakan se­bagai sesuatu yang me­nyim­pang dan menyalahi aturan. “Jangan berpikir menyimpang dulu, sebab rekening ini me­ru­pakan masalah yang sangat sen­sitif,” ucapnya.

Lantaran itu, Bambang tidak mempermasalahkan bila Polri mengajukan banding ke Pe­nga­dilan Tata Usaha Negara (PTUN) lantaran tetap menolak mem­bu­ka informasi tersebut kepada ma­syarakat. “Itu haknya Polri, silakan saja,” tuturnya.

Meski begitu,dia tetap meng­hargai putusan Komisi Infor­masi Pusat, bahwa M abes Polri harus membuka informasi ten­tang 17 rekening tersebut ke­pa­da masyarakat. “Itu ke­we­na­ngan majelis, mungkin mereka punya sudut pandang yang ber­beda mengenai masalah terse­but,” ujarnya.

Bambang juga mengapresiasi upaya para aktivis ICW untuk mendapatkan keterangan me­ngenai informasi tersebut. “Na­manya juga upaya, saya tidak mempermasalahkannya sepan­jang argumen para aktivis itu semata-mata untuk masyarakat, bukan untuk ego dan emosi se­ma­ta,” katanya.

Minta Mabes Polri Hormati Putusan Komisioner KIP
Iwan Gunawan, Pengamat Hukum

Putusan Majelis Komi­sio­ner Komisi Informasi Pusat (KIP) atas sengketa informasi kasus rekening gendut pejabat tinggi Polri hendaknya dihor­ma­ti semua pihak. Soalnya, seng­keta informasi yang dipu­tus KIP ini didasari aturan per­undangan yang baku. Hal tersebut kemarin disampaikan Sekjen Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan.

“Pasti kepolisian punya ala­san sendiri. Tapi kalau KIP yang punya kompetensi me­mu­tus per­kara seperti ini meminta kepo­li­sian membuka hal ter­se­but, maka kepolisian harus me­ma­tuhi hal ini. Karena ini me­nyang­kut informasi publik yang tidak boleh ditutup-tutupi. Apalagi putusan KIP ini pun memiliki kekuatan hukum,” ujarnya.

Tapi, lanjutnya, jika pasca pu­tu­san KIP ini Polri tetap ber­sikukuh tidak mau membuka informasi tersebut kepada pub­lik, maka ICW bisa meng­gu­gat­nya ke tingkat yang lebih tinggi. “Bisa dilayangkan gugatan lanjutan ke PTUN,” ujarnya.

Kepolisian yang bersikukuh tak mau membuka nama pemilik 17 rekening itu, mau ti­dak mau harus mengajukan ban­ding atas putusan KIP ini. Mekanisme pengajuan banding ini, sambung dia, bisa ditempuh melalui PTUN.  “Nantinya, PTUN yang akan melanjutkan pe­me­riksaan atas substansi po­kok perkara yang diputus  KIP sebelumnya,” katanya.

Iwan berharap, masalah seng­­keta informasi seperti ini bisa diselesaikan secara arif dan bi­jaksana. Karena lagi-lagi, ke­buntuan atas akses informasi jelas merugikan masyarakat. Na­­mun demikian, dia me­man­dang, sifat atau kriteria infor­ma­si model bagaimana yang bisa disampaikan kepada ma­sya­rakat luas juga harus diper­timbangkan masak-masak. Sa­lah-salah, jika tidak hati-hati mengelola informasi, rahasia negara bisa bocor kemana-mana. “Kalau rahasia negara bocor, negara dan masyarakat berada pada posisi yang paling dirugikan,” tandasnya.

Sebaliknya, kata Iwan, jika memang informasi ini bisa me­nun­taskan kebuntuan pe­na­nga­nan perkara seperti yang terjadi dalam kasus rekening gendut, tidak salah juga kalau kepoli­sian legowo membuka akses informasi itu kepada publik se­cara transparan.   [RakyatMerdeka]

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)