Pertempuran di perbatasan, antara Kamboja dan Thailand sangat meresahkan masyarakat kedua negara dan kawasan Asia Tenggara. Kini, mereka sibuk mencari solusi penyelesaian konflik. Ironisnya, kedua anggota ASEAN ini malah memilih Dewan Keamanan (DK) PBB menjadi penengah dari pada ASEAN.Pertempuran antara negara bertetangga itu terjadi sejak Jumat (4/2).
Mereka bersitegang karena masing-masing mengklaim sebagai pemilik kawasan candi Preah Vihear yang ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia pada 2008. Padahal, putusan Mahkamah Internasional Dunia pada 1962 menyatakan, kawasan yang disengkatakan itu adalah milik Kamboja.
Namun, konflik ini tidak lagi terjadi di darat. Melainkan di selembar kertas, menyusul pengaduan yang dikirimkan Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen secara terpisah kepada Presiden DK Maria Luiza Ribeiro Viotti, Minggu (6/2).
Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene, sejak konflik kedua negara itu mencuat, Indonesia selaku Ketua ASEAN, sudah mengadakan komunikasi dengan Menlu Thailand dan Kamboja.
Bahkan, Menlu Indonesia Marty Natalegawa diminta melakukan kunjungan ke dua negara yang bersengketa untuk mendengar serta berbicara langsung dengan kedua menlu negara itu.
“Tindakan ini sesuai instruksi dari presiden untuk mencoba menstabilkan suasana,” ujar Michael Tene kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Karena itu, Tena membantah anggapan, ASEAN seperti “ditinggalkan” Thailand-Kamboja. “Proses penyelesaian semacam ini bisa berjalan dengan sendiri. Nah, kalau kedua negara lebih memilih melayangkan surat pengaduan kepada PBB, itu adalah hak setiap negara,” jelasnya.
Namun secara bersamaan, Michael menerangkan, kedua pihak menyambut baik kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia (Marty Natalegawa). Jadi, sambungnya, ini adalah dua proses yang berjalan beriringan bukan satu dipilih di atas lainnya.
“Buktinya, mereka menyambut baik kunjungan ini. Kunjungan Menlu kita ini kan bagian dari upaya ASEAN juga,” tuturnya.
Dalam suratnya ke DK PBB, Hun Sen menuding serangan Thailand telah mengakibatkan korban manusia dan kerusakan Preah Vihear. “Pertempuran Minggu lalu telah menyebar dan mendekati kuil. Akibatnya, sebagian bangunan kuil runtuh karena terkena mortir arteleri Thailand,” kata Hun Sen.
Dia berpendapat, pertikaian itu sudah mengancam stabilitas kawasan tersebut. “Tindakan itu memaksa tentara Kamboja melakukan tembakan untuk mengusir mundur mereka,” Hun Sen mempertahankan bahwa dia di pihak yang benar.
Untuk itu, Hun Sen mendesak DK PBB mengadakan pertemuan darurat untuk menghentikan agresi Thailand. “Kita membutuhkan PBB untuk mengirim pasukan di sini dan menciptakan zona penyangga untuk menjamin bahwa tidak ada perkelahian,” kata Hun Sen.
Sementara Abhisit menyatakan, pasukan Kamboja menggunakan candi berusia 11 abad itu sebagai perisai.
Abhisit bahkan memprotes Kamboja terkait gangguan kedaulatan dan integritas di wilayah Thailand. Termasuk serangan terhadap warga sipil Thailand serta properti. Hanya saja, dia (Abhisit) tetapi tidak meminta PBB untuk mengambil tindakan.
Menanggapi hal tersebut, Presiden DK-PBB Luiza Ribeiro Viotti, Senin (7/2) waktu setempat berjanji akan mengadakan pertemuan. “Para anggota dewan menyatakan turut prihatin atas ketegangan yang terjadi di perbatasan kedua negara tersebut. Mereka juga bersedia menggelar pertemuan agar pertikaian secepatnya berakhir,” kata Ribeiro Viotti.
Utusan asal Brasil ini menambahkan, DK PBB akan mendukung mediasi yang dilakukan Ketua ASEAN, dalam hal ini Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa. [RakyatMerdeka]
Namun, konflik ini tidak lagi terjadi di darat. Melainkan di selembar kertas, menyusul pengaduan yang dikirimkan Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen secara terpisah kepada Presiden DK Maria Luiza Ribeiro Viotti, Minggu (6/2).
Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene, sejak konflik kedua negara itu mencuat, Indonesia selaku Ketua ASEAN, sudah mengadakan komunikasi dengan Menlu Thailand dan Kamboja.
Bahkan, Menlu Indonesia Marty Natalegawa diminta melakukan kunjungan ke dua negara yang bersengketa untuk mendengar serta berbicara langsung dengan kedua menlu negara itu.
“Tindakan ini sesuai instruksi dari presiden untuk mencoba menstabilkan suasana,” ujar Michael Tene kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Karena itu, Tena membantah anggapan, ASEAN seperti “ditinggalkan” Thailand-Kamboja. “Proses penyelesaian semacam ini bisa berjalan dengan sendiri. Nah, kalau kedua negara lebih memilih melayangkan surat pengaduan kepada PBB, itu adalah hak setiap negara,” jelasnya.
Namun secara bersamaan, Michael menerangkan, kedua pihak menyambut baik kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia (Marty Natalegawa). Jadi, sambungnya, ini adalah dua proses yang berjalan beriringan bukan satu dipilih di atas lainnya.
“Buktinya, mereka menyambut baik kunjungan ini. Kunjungan Menlu kita ini kan bagian dari upaya ASEAN juga,” tuturnya.
Dalam suratnya ke DK PBB, Hun Sen menuding serangan Thailand telah mengakibatkan korban manusia dan kerusakan Preah Vihear. “Pertempuran Minggu lalu telah menyebar dan mendekati kuil. Akibatnya, sebagian bangunan kuil runtuh karena terkena mortir arteleri Thailand,” kata Hun Sen.
Dia berpendapat, pertikaian itu sudah mengancam stabilitas kawasan tersebut. “Tindakan itu memaksa tentara Kamboja melakukan tembakan untuk mengusir mundur mereka,” Hun Sen mempertahankan bahwa dia di pihak yang benar.
Untuk itu, Hun Sen mendesak DK PBB mengadakan pertemuan darurat untuk menghentikan agresi Thailand. “Kita membutuhkan PBB untuk mengirim pasukan di sini dan menciptakan zona penyangga untuk menjamin bahwa tidak ada perkelahian,” kata Hun Sen.
Sementara Abhisit menyatakan, pasukan Kamboja menggunakan candi berusia 11 abad itu sebagai perisai.
Abhisit bahkan memprotes Kamboja terkait gangguan kedaulatan dan integritas di wilayah Thailand. Termasuk serangan terhadap warga sipil Thailand serta properti. Hanya saja, dia (Abhisit) tetapi tidak meminta PBB untuk mengambil tindakan.
Menanggapi hal tersebut, Presiden DK-PBB Luiza Ribeiro Viotti, Senin (7/2) waktu setempat berjanji akan mengadakan pertemuan. “Para anggota dewan menyatakan turut prihatin atas ketegangan yang terjadi di perbatasan kedua negara tersebut. Mereka juga bersedia menggelar pertemuan agar pertikaian secepatnya berakhir,” kata Ribeiro Viotti.
Utusan asal Brasil ini menambahkan, DK PBB akan mendukung mediasi yang dilakukan Ketua ASEAN, dalam hal ini Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa. [RakyatMerdeka]
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)