Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada unsur terencana pada kasus penyerangan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. "Ada kelompok anarkis yang tidak suka terhadap aliran Ahmadiyah," kata aktivis Kontras Syafiq Alielha saat ditemui di Jakarta.
Kelompok ini, kata Syafiq, secara sengaja dan terencana memobilisasi massa. Namun, dia menolak menyebutkan siapa kelompok ini. "Kasus ini seolah kejadiannya sudah di-set," katanya.
Syafiq menyebutkan kelompok ini menganggap aliran Ahmadiyah sudah sesat dan "harus mereka tindak dengan kekerasan."
Koordinator Badan Pekerja Kontras, Haris Azhar, menuturkan kronologi penyerbuan brutal itu.
Syafiq menyebutkan kelompok ini menganggap aliran Ahmadiyah sudah sesat dan "harus mereka tindak dengan kekerasan."
Koordinator Badan Pekerja Kontras, Haris Azhar, menuturkan kronologi penyerbuan brutal itu.
Pada hari Minggu, 6 Februari 2011 pukul 10 pagi, massa yang berjumlah 500 orang menyerang rumah tempat warga Ahmadiyah berkumpul di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang.
Sebelum peristiwa ini, Sabtu sekitar pukul 09.00 WIB, polisi dari Polres Pandeglang menangkap Suparman, mubaliqh Ahmadiyah Pandeglang; istri Suparman; dan Tatep, Ketua Pemuda Ahmadiyah.
Polisi membawa mereka ke kantor Polres Padeglang dengan alasan ingin meminta keterangan atas status imigrasi istri Suparman yang berkewarganegaraan Filipina. Hingga kini, ketiga warga Ahmadiyah itu masih ditahan di Polres Padeglang.
Karena penahanan ini, maka warga Ahmadiyah Cikeusik diungsikan ke rumah keluarga Suparman. Warga Ahmadiyah itu berjumlah 25 orang, mayoritas orangtua dan anak-anak.
Mendengar informasi penahanan ini, pemuda-pemuda Ahmadiyah dari Jakarta dan Serang pergi menuju Cikeusik untuk mengamankan anggota jemaah Ahmadiyah yang kebanyakan terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak, yang masih menetap di Cikeusik.
Mereka tiba sekitar pukul 8 pagi di hari Minggu. Jumlahnya 18 orang ditambah tiga orang warga Cikeusik. Mereka kemudian berjaga-jaga di rumah Suparman.
Saat itu ada enam petugas polisi dari Reserse Kriminal datang ke lokasi. Lalu pada pukul 9 pagi, datang satu mobil kijang polisi dan dua truk Dalmas. Mereka sarapan pagi bersama dan berdialog. Polisi minta mereka untuk segera meninggalkan lokasi.
Namun, permintaan itu ditolak warga Ahmadiyah. Polisi lalu meninggalkan lokasi. Sejak saat itu tidak ada dialog lagi antara jemaah Ahmadiyah dan kepolisian. Warga Ahmadiyah berkumpul di dalam rumah Suparman.
Pada pukul 10 pagi, dari arah utara datang ratusan orang ke lokasi. Mereka berteriak-teriak sambil mengacungkan golok.
Saat mereka mendekati halaman rumah Parman, seorang anggota jemaah Ahmadiyah bernama Deden Sujana yang tengah berjaga-jaga, berusaha menenangkan massa. Namun massa malah makin beringas. Terjadilah bentrokan itu.
Gelombang massa yang kian besar datang dari arah belakang. Total jumlah penyerang sebanyak 1.500 orang.
Sebelum peristiwa ini, Sabtu sekitar pukul 09.00 WIB, polisi dari Polres Pandeglang menangkap Suparman, mubaliqh Ahmadiyah Pandeglang; istri Suparman; dan Tatep, Ketua Pemuda Ahmadiyah.
Polisi membawa mereka ke kantor Polres Padeglang dengan alasan ingin meminta keterangan atas status imigrasi istri Suparman yang berkewarganegaraan Filipina. Hingga kini, ketiga warga Ahmadiyah itu masih ditahan di Polres Padeglang.
Karena penahanan ini, maka warga Ahmadiyah Cikeusik diungsikan ke rumah keluarga Suparman. Warga Ahmadiyah itu berjumlah 25 orang, mayoritas orangtua dan anak-anak.
Mendengar informasi penahanan ini, pemuda-pemuda Ahmadiyah dari Jakarta dan Serang pergi menuju Cikeusik untuk mengamankan anggota jemaah Ahmadiyah yang kebanyakan terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak, yang masih menetap di Cikeusik.
Mereka tiba sekitar pukul 8 pagi di hari Minggu. Jumlahnya 18 orang ditambah tiga orang warga Cikeusik. Mereka kemudian berjaga-jaga di rumah Suparman.
Saat itu ada enam petugas polisi dari Reserse Kriminal datang ke lokasi. Lalu pada pukul 9 pagi, datang satu mobil kijang polisi dan dua truk Dalmas. Mereka sarapan pagi bersama dan berdialog. Polisi minta mereka untuk segera meninggalkan lokasi.
Namun, permintaan itu ditolak warga Ahmadiyah. Polisi lalu meninggalkan lokasi. Sejak saat itu tidak ada dialog lagi antara jemaah Ahmadiyah dan kepolisian. Warga Ahmadiyah berkumpul di dalam rumah Suparman.
Pada pukul 10 pagi, dari arah utara datang ratusan orang ke lokasi. Mereka berteriak-teriak sambil mengacungkan golok.
Saat mereka mendekati halaman rumah Parman, seorang anggota jemaah Ahmadiyah bernama Deden Sujana yang tengah berjaga-jaga, berusaha menenangkan massa. Namun massa malah makin beringas. Terjadilah bentrokan itu.
Gelombang massa yang kian besar datang dari arah belakang. Total jumlah penyerang sebanyak 1.500 orang.
Akibat bentrokan ini tiga warga Ahmadiyah tewas. Mereka adalah Roni, 30, warga Jakarta Utara; Mulyadi, 30, warga Cikeusik; dan Tarno, 25, warga Cikeusik.
Kapolri Jenderal Timur Pradopo menegaskan tidak ada pembiaran dalam bentrokan itu. Suparman, katanya, bukan ditangkap tapi dievakuasi ke kantor polisi semata-mata demi keselamatannya. Polisi, kata Timur, sudah maksimal menjaga keamanan warga Ahmadiyah. (kd)
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)