JAMBI - Hok Liong Kiong, Kelenteng Tertua di Kota Jambi


Pada perayaan Tahun Baru Cina atau Imlek 2562 yang kemarin (3/2) dirayakan oleh keturunan Tionghoa, berlangsung meriah di Kelenteng Hok Liong Kiong. Kelenteng yang terletak di Kelurahan Suka Karya, Kecamatan Kota Baru itu dipenuhi oleh puluhan umat Konghucu. Mereka dengan khusuk melakukan ibadah dan memanjatkan doa.

Kelenteng Hok Liong Kiong yang berdiri di atas lahan seluas setengah hektare itu, menurut sejarahnya merupakan klenteng yang tertua di Kota Jambi. “Sejak berdirinya dulu, saya penerus ketiga yang merupakan cucu dari sang pendiri,” jelas Aguan, juru kunci Kelenteng Hok Liong Kiong.

Kelenteng Hok Liong Kiong didirikan pada tahun 1952, pendirinya kala itu ialah Lim Lun. Pada saat berdiri dulu, bangunan hanya seluas 20 meter persegi. Ruang ibadah tak seluas sekarang. 

Awal berdiri, banyak terjadi kontroversi dari masyarakat sekitar karena baru pertama kali di Kota Jambi. Namun lambat laun, akhirnya kelenteng tersebut bisa digunakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa, terutama umat Konghucu.

Pada saat berdiri dulu, bangunan hanya terbuat dari kayu dan berdinding papan. Saat itu kelenteng sama sekali belum memiliki patung Dewa. Umat Konghucu hanya beribadah dengan apa adanya.

Barulah pada tahun 1975, akhirnya Kelenteng Hok Liong Kiong memiliki satu patung Dewa Go Ku. Perlengkapan ibadah di kelenteng semakin lengkap. Namun kembali terjadi kendala, bangunan yang terbuat dari kayu itu termakan usia, jadi lapuk dan rapuh. Sementara untuk memperbaiki belum ada dana yang cukup.

Setelah sekian lama, baru pada saat dikelola oleh suhu generasi kedua, Lim Akiok, kelenteng itu bisa direnovasi. “Dari biaya masyarakat yang dikumpulkan, kelenteng dibangun permanen. Tapi pembangunannya sampai tiga tahap,” ujar Aguan, lagi. 

Karena atapnya, menurut Aguan, sering bocor, akhirnya dibuat permanen seperti sekarang. Termasuk gerbang yang akhirnya dibangun kokoh. Meskipun tidak megah dan sebesar kelenteng lain, namun Kelenteng Hok Liong Kiong memiliki bentuk yang hampir sama dengan awal berdiri, dan itu akan terus dipertahankan hingga ke generasi berikutnya.

Setelah 20 tahun lebih hanya memiliki satu dewa, berangsur-angsur patung Dewa yang lain dimiliki. Hingga saat ini terdapat 10 patung Dewa, yang menurut Aguan semuanya merupakan Dewa bersaudara. “Sebenarnya ada 36 saudara, tapi kita punya 10, semuanya yang terpenting,” jelasnya, lagi.

Sebagai penerus generasi ketiga, Aguan mengaku pada awalnya sempat enggan menjadi suhu atau juru kunci kelenteng. Dia pada saat itu masih berusia 18 tahun, sempat ditemui Dewa dan disuruh menjadi suhu (baca:guru) di kelenteng tersebut. Dia sempat menolak, dan baru berani memegang titah tersebut setelah berkeluarga.

Barulah pada usianya yang 26 tahun dan telah berkeluarga, dia ditemui Dewa kembali dan diingatkan akan janjinya tersebut. Sejak saat itu, atau tepatnya 12 tahun lalu, Aguan resmi menjadi suhu dan sering memimpin ritual di kelenteng tersebut.

Saat ini masyarakat Konghucu telah banyak yang datang ke kelenteng tersebut. Baik sekadar memanjatkan doa ataupun juga meminta kesembuhan dan berobat kepada Aguan. Berbeda dengan awal berdiri dulu, hanya beberapa orang saja yang melakukan ibadah di sana.(*)

*jambi-independent.co.id

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)