Kegiatan Kantor Pelayanan Satu Pintu (KPTSP) dalam mengurus pelayanan perizinan di Kota Jambi sepertinya masih belum begitu efektif. Terutama sekali dalam hal pengurusan perizinan yang terkait dengan rekomendasi SKPD. Untuk diketahui saja, dari penelusuran koran ini diketahui biasanya pihak KPTSP meminta pemohon terlebih dahulu mengantongi rekomendasi dari SKPD.
Setelah itu baru mengajukan permohonan ke KPTSP untuk proses izin yang dikeluarkan. Dengan kata lain, bukannya KPTSP yang memproses pengajuan dari pemohon, melainkan pemohon sendirilah yang harus mengurusi syarat tersebut. Terkait hal ini, otomatis sempat mengundang sejumlah kalangan mempertanyakan proses pengajuan izin tersebut.
Setelah itu baru mengajukan permohonan ke KPTSP untuk proses izin yang dikeluarkan. Dengan kata lain, bukannya KPTSP yang memproses pengajuan dari pemohon, melainkan pemohon sendirilah yang harus mengurusi syarat tersebut. Terkait hal ini, otomatis sempat mengundang sejumlah kalangan mempertanyakan proses pengajuan izin tersebut.
Ini karena dengan berdirinya KPTSP bukannya mempermudah pemohon mendapat izin, namun terkesan justru makin merepotkan lantaran prosesnya yang semakin panjang bila dibandingkan sebelum adanya KPTSP. Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh koran ini, dalam pengeluaran izin terutama izin baru, pihak KPTSP jarang berkoordinasi dengan SKPD terkait. Padahal dalam ketentuannya, setiap izin baru yang dikeluarkan harus berkoordinasi dan dilakukan cek ke lapangan bersama instansi terkait.
Sementara itu, menurut Kasi Pemerintahan KPTSP, Popy Nurul, setelah pengurusan izin gangguan atau HO (Hinder Ordonantie) diserahkan ke KPTSP, pihaknya sudah mengeluarkan sekitar 100 izin baru. Begitu juga dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Gudang (TDP) sejak diserahkan ke KPTSP, pihaknya sudah mengeluarkan sekitar 50 izin baru. “Kalau angka pasti saya tak tahu, tapi sekitar itulah,” ungkapnya. Lantas, apakah setiap izin baru yang dikeluarkan sudah mendapatkan rekomendasi dari SKPD terkait? Popy Nurul mengaku ada sejumlah izin baru yang mendapat rekomendasi SKPD dan ada yang tanpa rekomendasi SKPD.
Sementara itu, menurut Kasi Pemerintahan KPTSP, Popy Nurul, setelah pengurusan izin gangguan atau HO (Hinder Ordonantie) diserahkan ke KPTSP, pihaknya sudah mengeluarkan sekitar 100 izin baru. Begitu juga dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Gudang (TDP) sejak diserahkan ke KPTSP, pihaknya sudah mengeluarkan sekitar 50 izin baru. “Kalau angka pasti saya tak tahu, tapi sekitar itulah,” ungkapnya. Lantas, apakah setiap izin baru yang dikeluarkan sudah mendapatkan rekomendasi dari SKPD terkait? Popy Nurul mengaku ada sejumlah izin baru yang mendapat rekomendasi SKPD dan ada yang tanpa rekomendasi SKPD.
Popy Nurul mengatakan, saat ini untuk masyarakat yang mengurus izin baru terkait dengan rekomendasi SKPD, seperti HO, SIUP, TDP, TDG dan TDI harus mengantongi rekomendasi SKPD, setelah itu baru menyampaikan permohonan ke KPTSP.
”Untuk izin baru, selain rekomendasi camat dan lurah, juga harus ada rekomendasi dinas baru disampaikan permohonan,” ungkap Popy. Dia menuturkan, hanya izin usaha yang memiliki dampak besar pada lingkungan yang harus meminta rekomendasi dari SKPD. ”Kalau hanya izin kantor kenapa harus turun dan cek ke lapangan,” tukasnya. Ungkapan senada disampaikan Mardiyansyah, Kasi Verifikasi KPTSP. Menurutnya, meskipun izin baru, kalau tak berdampak begitu besar pada lingkungan pihaknya tak perlu mengecek bersama dengan SKPD. Ironisnya, kalau mengacu Pasal 8 Perda No 9 tahun 2010 mengenai penyelenggaraan KPTSP, pada angka (1) pasal tersebut mengatur bahwa setiap izin yang dikeluarkan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan ke lapangan. Pada angka (2) berbunyi, pemeriksaan ke lapangan sebagaimana dinyatakan pada ayat ke 1 dilakukan dengan mengikutseratakan SKPD yang berkaitan dengan izin yang dimohonkan.
Ditanya terkait hal ini, kedua pegawai KPTSP tersebut lagi-lagi mengatakan, tak mungkin dilakukan pengecekan ke lapangan terhadap semua izin yang dikeluarkan. Terkecuali yang memiliki dampak besar bagi lingkungan. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Jambi, Hamid Jufri manilai kalau alurnya seperti itu, pelayanan tersebut tak layak dikatakan KPTSP. ”Kalau begitu bukan kantor satu pintu namanya,” kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Jambi. Hamid Jufri. Seharusnya, Hamid Jufri mengatakan, setiap pemohon yang mengajukan permohonan perizinan di KPTSP tak perlu membawa rekomendasi SKPD, karena rekomendasi SKPD didapat ketika pemohon memasukan permohonannnya di KPTSP dan dokumen pemohonlah yang berjalan.
Selain itu, Hamid menilai, KPTSP seharusnya tak bisa mengatakan salah satu izin yang dimohon tak perlu atau tidak dilakukan cek lapangan, karena yang mengetahui hal tersebut adalah SKPD terkait. Menurut dia, bila KPTSP yang menentukan layak atau tidak layak dilakukan pengecekan, bisa-bisa menimbulkan asumsi adanya permainan dalam pengurusan izin tersebut. ”Tentu saja bisa ada permainan, bisa dikatakan yang layak dicek dikatakan tak layak dicek, supaya urusannya cepat,” tukasnya. Menurutnya, KPTSP hanya mengurusi surat menyurat dan dokumen izin bukan yang menentukan persoalan di lapangan. ”Kalau begitu, KPTSP ini perlu dievaluasi lagi,” timpalnya. Sementara itu berdasarkan penelusaran koran ini dilapangan, pengurus izin di KPTSP bukannya duduk di kursi yang disediakan sebagai kursi tunggu, namun berada di satu ruangan.
Terkait hal ini, Hamid Jufri menghendaki seharusnya urusan di KPTSP harus di kursi tunggu dan tak dibenarkan berada di salah satu ruangan, karena bisa menimbulkan efek negatif. ”Untuk apa kursi tunggu disediakan, semuanya sudah ada konternya kalau bayar di bank atau kasirnya, kalau urus sesuai dengan urusannya, tak dibenarkan berurusan di ruangan itu, mata rantai semua urusan ada di depan bukan di ruangan” pungkasnya.(amh)
*metrojambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)