Di mata warga, prospek ekonomi Provinsi Jambi untuk tiga bulan ke depan agak buruk. Hal ini ditandai dengan rendahnya perkiraan Indeks Tendensi Konsumen (ITK). Bahkan, ITK Jambi merupakan yang terendah di Indonesia, hanya mencapai 98,02. Demikian data hasil survei yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kemarin.
“Nilai ITK nasional pada Triwulan II-2011 diperkirakan sebesar 106,86. Artinya, kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan membaik. Tingkat optimisme konsumen diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan Triwulan I-2011 yang hanya mencapai 102,42. Hanya di Provinsi Jambi kondisi ekonomi konsumen diprediksi menurun, dengan ITK hanya 98,02,” ujar Rusman Heriawan, Kepala BPS. ITK merupakan persepsi warga atas perkiraan kondisi ekonomi. Dalam penghitungan BPS, angka batas ITK adalah 100. Provinsi yang memperoleh indeks di atas 100 menunjukkan warganya memiliki persepsi ekonomi yang lebih baik. Sementara, yang mendapat indeks di bawah 100 berarti warganya kurang yakin dengan kondisi perekonomian.
Biasanya, jika indeksnya mencapai di atas 100, warga memiliki rencana untuk berbelanja lebih banyak. Dan sebaliknya, jika indeksnya di bawah 100, maka warga akan menahan diri untuk berbelanja. Menurut Rusman Heriawan, semua provinsi selain Jambi memiliki ITK di atas 100. “Yang tertinggi adalah Sulawesi Tenggara, Bengkulu, dan Bangka Belitung. Ketiga provinsi memiliki ITK lebih dari 110. Yang menduduki peringat tiga terbawah adalah Jambi, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat. Namun, indeks Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat di atas 100,” jelas Rusman.
Namun, menurut Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Jambi, Awaludin Aprianto, rendahnya ITK tidak menggambarkan kondisi ekonomi yang sesungguhnya. Indeks diperoleh hanya berdasarkan persepsi. “Ini terkait soal kultur. Barangkali kalau di Jawa karena warganya optimis, maka jika ditanya bagaimana kondisi ekonomi mendatang, pasti dijawab baik. Namun, kalau orang Jambi yang ditanya, bisa dijadi dijawab, ah biaso be. Makanya, kita jangan terpaku dengan ITK,” ujarnya.
Sementara, Kepala Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Provinsi Jambi, Mainil Asni, menyatakan dengan rendahnya ITK ini, tidak otomotis para pengusaha akan pesimis prospek bisnis. “Belum tentu mereka menahan diri untuk berbelanja investasi barang-barang dagangan. Bisa jadi mereka akan tetap menyediakan barang dagangan untuk dijual kembali, dan yakin warga akan membelinya,” ujarnya. Terkait masalah angkatan kerja, di Februari 2011 angkatan kerja Provinsi Jambi mencapai 1,5275 juta orang. “Angka ini menurun dibandingkan dengan Bulan Agustus 2010 yang mencapai 1,5457 juta. Besar penurunannya mencapai 18.200 orang,” ujar Awaludin.
Menurutnya, berkurangnya angka angkatan kerja ini disebabkan karena sebagian pencari kerja yang berasal dari luar provinsi telah kembali ke daerah asal. Selain itu, di Februari tidak ada lulusan baru dari sekolah atau perguruan tinggi yang ikut mencari kerja. Ditambahkannya, jumlah pengangguran di Februari 2011 mencapai 58.800 orang atau 3,85 persen dibandingkan angkatan kerja. Angka ini lebih rendah dibandingkan pengangguran di Agustus 2010 yang sebesar 83.300 orang atau 5,39 persen. Mainil Asni menyatakan dalam penetapan angka pengangguran ini tidak ada intervensi dari gubernur Jambi. “Waktu diumumkan jumlah pengangguran mencapai 83 ribu tahun lalu memang sempat menjadi polemik, dan BPS sempat dimintai penjelasan. Ketika itu, saya yang menghadap beliau. Beliau tanyakan bagaimana data tersebut diolah, lalu kira-kira solusinya apa. Beliau tidak ada memerintahkan agar angka penganggurannya diturunkan,” tegasnya. (usm)
*metrojambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)