NASIONAL - Sutiyoso: Kita Perlu Pemain Berbakat, Juga Pelatih Bola Bermerek

Pernyataan induk sepakbola dunia, FIFA, yang menggugurkan empat calon Ketua Umum PSSI, memunculkan wacana perlunya mencari sosok calon  alternatif. Salah satu yang dijagokan untuk menduduki PSSI-1 adalah Sutiyoso. Dan bekas Gubernur Jakarta itu secara blak-blakan menyatakan  siap dicalonkan menjadi Ketua Umum PSSI 2011-2015.

“Saya tentu siap, alasannya karena saya sudah punya jam terbang lama membina olahraga nasional. Dua puluh tiga  tahun saya memimpin. Itu tidak se­bentar,” kata Bang Yos, sapaan akrabnya.

 Bang Yos yang menjadi Pem­bina Persija menilai dirinya sen­diri. Katanya, selama  mena­ngani sejumlah cabang olahraga, dia selalu berprestasi. Misalnya, ketika menangani Perbakin,  bisa meraih 11 medali emas di SEA Games. Selain itu, ketika me­mim­­pin Perbasi dan PBSI, pres­tasi kedua cabang olahraga ter­sebut terus meningkat dan mam­pu menunjukkan jati diri bangsa di tingkat dunia.

“Saat di PBSI, saya menga­lami dua olimpiade, yang paling berat ‘kan harus mempertahankan tradisi emas. Tapi, di ASEAN Games Bejing bisa dapat emas. Di SEA Games  Thailand baru ada cabang olahraga yang me­nyapu bersih medali emas. Kita sabet semua,” jelas Bang Yos.

Berikut petlkan wawancara dengan Bang Yos.

Anda dijogakan menjadi Ke­tua Umum PSSI, tanggapan Anda?
Saya memang tahu didukung oleh masyarakat sepakbola hanya dari koran, internet dan Twitter. Namun. saya sifatnya menunggu saja, terutama dukungan riil dari para pemilik suara, itu yang saya perlukan.

Tapi. Anda siap bila diajukan jadi ketua umum?
Prinsip dasar bagi saya, pada saat menerima jabatan apa pun, termasuk juga memimpin cabang olehraga,  kesuksesan menjadi target utama saya. Saya ingin menjaga reputasi saya.

Bagaimana seharusnya sosok Ketua Umum PSSI?
Seorang Ketua PSSI itu harus bisa merangkul semua pihak. Seperti Anda tahu, saat ini ada kubu sana, kubu sini. Kalau saya tidak kubu-kubuan, saya melihat sisi positif saja. Saya melihat Pak Nurdin sisi positifnya apa. Orang melihat banyak yang gagal, tapi ada tidak dari dua periode itu keberhasilannya. Masa tidak ada. Kalau ada kita ambil. Dari Pak Panigoro kita ambil. Punya pro­gram apa yang bisa kita ako­modir. Itu saja.

Jadi?
Saya akan mengajak mereka semua bicara. Ide kita dilontarkan agar ditanggapi banyak pihak, lalu bila sudah positif semua jangan ragu dijalankan.

Soal kisruh antara LPI dan LSI, tanggapan Anda?
Kalau saya, langsung PSSI berkoordinasi dengan FIFA. Ceritakan saja apa adanya, ini ada LPI atau bagaimana bisa kita satukan sehingga langkah yang kita diambil sudah pasti benar karena langkah itu sudah kita konsultasikan dengan FIFA.

Bagaimana Anda melihat se­pakbola di Indonesia?
Saya membina Persija sepuluh tahun berturut-turut dan tentunya saya paham bahwa kalau sistem itu terus dipertahankan maka tidak akan pernah kita mimpi akan punya kesebelasan yang tangguh di kemudian hari. Arti­nya, dalam konteks ini tentu saja kita harus mengubah sistem yang ada dengan sistem yang lebih menjanjikan.

Caranya?
Fokus kita adalah pembinaan usia dini, di samping dalam pembinaan ini kita menemukan anak muda yang berbakat. Bila kita lihat pemain-pemain dunia seperti Ronaldo dan Beckham, mereka main bola sejak umur 8-10 tahun dan mulai dibina.

Maksudnya?
Artinya, pembinaan itu kita yakini bahwa anak itu berbakat, ada kemauan main bola dan didukung oleh orangtuanya. Bila anak itu biasanya dari keluarga yang kurang mampu jadi mesti kita berikan sarana yang mereka perlukan.

Bagaimana cara merekrut anak berbakat?
Minimal kita ambil dari tiap provinsi lima orang. Jadi. bila keseluruhan provinsi maka ada sekitar 150 anak yang berbakat. Selanjutnya akan ditempatkan di kamp, misalnya di Ragunan, lalu tugas pokoknya hanya main bola dan belajar saja. Di sana proses seleksi dilakukan dengan mela­kukan pengamatan terhadap anak tersebut.

Targetnya?
Memang hasil pembinaan itu baru bisa dilihat 10 tahun tetapi mimpi harus kita miliki. Harapan kita, 10-20 tahun anak itu bisa menjadi paling tidak juara di kelas under 21 tingkat Asia Tenggara. Kita juga harus punya target yang realistis, misalnya menjuarai Asia Tenggara dulu lalu Asia, terus dunia.

Bagaimana dengan sistem kompetisi?
Kompetisi-kompetisi harus kita atur dengan semua jenis ke­lompok umur harus ada. Kom­petisi itu harus yang berkualitas dan sifanya rutin sehingga kita bisa membuat kesebelasan yang berkualitas. Kalau sekarang hanya main ambil saja. Tapi, lihat saja, setiap ketemu orang-orang Eropa, atau Asia saja, seperti Jepang dan Korea, kita kalah tinggi, rata-rata tinggi me­reka 180-185 sentimeter.

Berarti selama ini proses se­leksinya pemain kurang?
Jadi, kesimpulan kita, harus mencari  bahan baku yang benar-benar berkualitas. Masih muda dan berkualitas, memiliki bakat dan kemauan serta memiliki IQ di atas rata-rata. Selain itu, ma­sa­lah ketepatan dan kemampuan kerja sama bisa digali dengan psikotes.

Penunjang lainnya, seperti pelatih, bagaimana?
Pelatih memang poin yang harus kita perhatikan. Artinya, bahan baku sebaik apa pun kalau ditangani secara amatiran tidak akan menjadi barang yang ber­kualitas. Untuk itu, harus di­tangani oleh produk yang ber­merek, artinya ditangani pelatih yang profesional.  [RM]

*rakyatmerdeka.co.id 

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)