Kredit macet (Non Performing Loan/NPL) gross 15 bank masih berada di atas rata-rata nasional. Kabarnya ada satu bank yang sedang dalam pengawasan intensif Bank Indonesia (BI). Namun, kabar itu dibantah bank sentral. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Desember 2010, tingkat NPL gross 15 bank umum (Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional Devisa, Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa, BPD, Bank Campuran, Bank Asing) itu berada di atas 5 persen.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, penyebab naiknya NPL gross lantaran adanya proses restrukturisasi (perbaikan) kredit yang dilakukan beberapa bank.
“Secara umum memang ada beberapa bank yang melakukan restrukturisasi (kredit). Kalau sudah restrukturisasi, memang NPL (gross) akan cenderung naik. Kalau restrukturisasi tidak berhasil, NPL juga bisa naik,” ujar Halim di Jakarta, akhir pekan.
Karena itu, lanjutnya, untuk beberapa bank yang melakukan restrukturisasi, umumnya BI akan memantau lebih ketat. Karena BI ingin tahu, setelah restrukturisasi kredit apakah bank bisa menurunkan NPL-nya atau tidak.
Meski kecenderungan NPL gross naik, BI mengaku saat ini tidak ada bank umum yang masuk tahap pengawasan intensif. Soalnya sejauh ini BI menghitung NPL nett-nya. Secara nasional, NPL nett bank nasional sudah sangat rendah, di bawah 1 persen.
“Karena ada beberapa bank yang membentuk pencadangannya lebih besar, sehingga kalau NPL gross dikurangi pencadangan akan membuat NPL nett-nya jadi rendah. Saat ini tidak ada (bank umum) yang masuk pengawasan intensif,” aku Halim.
Deputi BI Muliaman D Hadad membocorkan, dari ke-15 bank yang disebut tadi, NPL tertinggi dipegang oleh bank umum non devisa dan 3 Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Namun, ditanya bank mana saja, Muliaman tutup mulut.
Menurut isu yang berkembang, ada satu BPD yang kini masuk dalam pengawasan intensif BI. Dikonfirmasi mengenai hal ini, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Pembangunan Daerah Mulyanto mengaku belum melakukan pengecekan ke seluruh BPD.
“Tapi seandainya ada, mungkin itu BPD di luar Jawa ya. Tapi ini mungkin loh, karena saya belum cek,” tuturnya singkat.
Ditambahkan Halim, kenaikan NPL pada dasarnya sangat bergantung pada masing-masing bank, pemilihan sektor kredit, juga kondisi ekonomi dan daerah.
“Tapi perlu dipahami, yang namanya bisnis usaha itu bisa turun naik sehingga bisa saja suatu ketika NPL itu naik,” tuturnya.
Tapi kalau bank cukup hati-hati dan memberikan perhatian cukup besar dalam hal restrukturisasi, serta membuat pencadangan yang cukup, maka besaran netto NPL-nya relatif bisa dikendalikan. “Dengan begitu, mereka bisa masuk dalam kategori bank yang mampu mengendalikan risiko kreditnya dengan baik,” ujar Halim.
Pengamat ekonomi Indef (Institute for Development of Economics and Finance Indonesia) Ahmad Erani Yustika menganjurkan, BI harus mulai mendorong perbankan melakukan efisiensi. Sebab, kenaikan BI rate ke level 6,75 persen bisa disikapi perbankan dengan kenaikan suku bunga kredit. Kalau itu terjadi, potensi kenaikan NPL bisa tambah besar.
Menurut Erani, dampak kenaikkan BI rate terhadap peningkatan NPL sebenarnya tergantung kondisi makro ekonomi dan kebijakan perbankan. “Kalau bank tidak langsung menaikkan suku bunga kredit, tidak akan mempengaruhi NPL-nya,” terang Erani. [RM]
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, penyebab naiknya NPL gross lantaran adanya proses restrukturisasi (perbaikan) kredit yang dilakukan beberapa bank.
“Secara umum memang ada beberapa bank yang melakukan restrukturisasi (kredit). Kalau sudah restrukturisasi, memang NPL (gross) akan cenderung naik. Kalau restrukturisasi tidak berhasil, NPL juga bisa naik,” ujar Halim di Jakarta, akhir pekan.
Karena itu, lanjutnya, untuk beberapa bank yang melakukan restrukturisasi, umumnya BI akan memantau lebih ketat. Karena BI ingin tahu, setelah restrukturisasi kredit apakah bank bisa menurunkan NPL-nya atau tidak.
Meski kecenderungan NPL gross naik, BI mengaku saat ini tidak ada bank umum yang masuk tahap pengawasan intensif. Soalnya sejauh ini BI menghitung NPL nett-nya. Secara nasional, NPL nett bank nasional sudah sangat rendah, di bawah 1 persen.
“Karena ada beberapa bank yang membentuk pencadangannya lebih besar, sehingga kalau NPL gross dikurangi pencadangan akan membuat NPL nett-nya jadi rendah. Saat ini tidak ada (bank umum) yang masuk pengawasan intensif,” aku Halim.
Deputi BI Muliaman D Hadad membocorkan, dari ke-15 bank yang disebut tadi, NPL tertinggi dipegang oleh bank umum non devisa dan 3 Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Namun, ditanya bank mana saja, Muliaman tutup mulut.
Menurut isu yang berkembang, ada satu BPD yang kini masuk dalam pengawasan intensif BI. Dikonfirmasi mengenai hal ini, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Pembangunan Daerah Mulyanto mengaku belum melakukan pengecekan ke seluruh BPD.
“Tapi seandainya ada, mungkin itu BPD di luar Jawa ya. Tapi ini mungkin loh, karena saya belum cek,” tuturnya singkat.
Ditambahkan Halim, kenaikan NPL pada dasarnya sangat bergantung pada masing-masing bank, pemilihan sektor kredit, juga kondisi ekonomi dan daerah.
“Tapi perlu dipahami, yang namanya bisnis usaha itu bisa turun naik sehingga bisa saja suatu ketika NPL itu naik,” tuturnya.
Tapi kalau bank cukup hati-hati dan memberikan perhatian cukup besar dalam hal restrukturisasi, serta membuat pencadangan yang cukup, maka besaran netto NPL-nya relatif bisa dikendalikan. “Dengan begitu, mereka bisa masuk dalam kategori bank yang mampu mengendalikan risiko kreditnya dengan baik,” ujar Halim.
Pengamat ekonomi Indef (Institute for Development of Economics and Finance Indonesia) Ahmad Erani Yustika menganjurkan, BI harus mulai mendorong perbankan melakukan efisiensi. Sebab, kenaikan BI rate ke level 6,75 persen bisa disikapi perbankan dengan kenaikan suku bunga kredit. Kalau itu terjadi, potensi kenaikan NPL bisa tambah besar.
Menurut Erani, dampak kenaikkan BI rate terhadap peningkatan NPL sebenarnya tergantung kondisi makro ekonomi dan kebijakan perbankan. “Kalau bank tidak langsung menaikkan suku bunga kredit, tidak akan mempengaruhi NPL-nya,” terang Erani. [RM]
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)