KESAN mistik sangat terasa begitu memasuki kawasan Danau Lingkat di Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya, Kerinci, Jambi. Cerita-cerita para tetua kampung tentang danau seluas 12 hektar itu sampai sekarang masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Danau itu berada 1.100 diatas permukaan laut (dpl), sehingga hawanya terasa sangat sejuk.
Danau yang airnya berwarna hijau pekat tersebut dapat ditempuh dengan sepeda motor maupun mobil. Dari Desa Lempur perjalanan hanya butuh waktu sekitar 10 menit, atau sekitar 1 jam dari Kota Sungai Penuh. Danau ini selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal setiap hari raya dan hari-hari libur.
Tidak banyak yang tahu pasti asal nama Danau Lingkat. Namun menurut seorang warga Lempur, Andi Ismet, nama “lingkat” berasal dari kata “tingkat” yang berarti rantang. Nama itu dipakai karena konon air danau tersebut pernah ditimba oleh nenek-moyang masyarakat setempat menggunakan rantang.
Ceritanya begini. Dulu, sekitar abad ke-16, ada seorang anak gadis dari Desa Selampaung, tidak jauh dari Desa Lempur, hilang saat naik perahu di danau itu. Karena anaknya tidak pulang-pulang ke rumah, orangtua si gadis dibantu masyarakat desa pergi mencarinya ke danau. Tapi usaha itu sia-sia, dan warga pun kembali ke Desa Selampaung.
Malam harinya seorang tokoh adat kampung Selampaung bermimpi. Ia diberitahu bahwa si gadis dibawa oleh “orang gunung”, makhluk halus penghuni danau. Lantaran masih penasaran, keesokan hari warga kembali melakukan pencarian di danau. Air danau ditimba beramai-ramai menggunakan rantang, namun si gadis tetap saja tidak ketemu.
Orangtua si gadis yang tidak diketahui namanya sampai kini itu akhirnya pasrah. Masyarakat setempat kemudian bersumpah tidak akan memakai perahu lagi di Danau Lingkat. Beberapa tokoh masyarakat kampung bahkan melarang warganya mengunjungi danau itu. Hal itu terjadi hingga beratus-ratus tahun.
Entah siapa yang memulai, di awal era 80-an masyarakat Lempur dan sekitarnya, termasuk Selampaung, mulai berani datang ke Danau Lingkat. Saat itu belum ada jalan motor, apalagi mobil. Yang ada hanya jalan setapak, melintasi lereng-lereng bukit yang dipenuhi dengan pohon-pohon kayu manis (cassiavera). Dengan berjalan kaki dari Desa Lempur dibutuhkan waktu sekitar setengah jam.
Sesuai sumpah para leluhurnya, hingga kini masyarakat sekitar danau tidak berani berperahu di Danau Lingkat. Untuk sekedar bermain di danau warga menggunakan rakit bambu. Warga setempat juga mengingatkan pengunjung danau agar tidak bicara sombong dan takabur. “Asal tidak takabur, tidak apa-apa berakit di danau ini,” ujar warga lainnya, Bani Amin.
Cerita lain menyebutkan, di salah satu pojok danau, persisnya diujung sebelah kanan, dipercaya sebagai tempat pemandian tujuh putri dewa penguasa danau. Waktu putri-putri itu mandi bisa diketahui dengan memekarnya bunga di sekitar tempat pemandian pada saat-saat tertentu. Menariknya, bila memekar bunga itu mengeluarkan aroma yang sangat wangi.
Di seberang danau, terdapat sebuah batu besar. Uniknya, warna batu tersebut berbelang-belang, sehingga batu itu kemudian dinamakan “batu belang”. Konon kabar, batu itu merupakan tempat dewa “belimau”, atau mandi membersihkan diri dengan ramuan khas tradisional. Batu tersebut masih ada sampai sekarang.
Percaya atau tidak, yang pasti Danau Lingkat masih menyimpan segudang misteri. Kawasan itu sangat cocok dijadikan objek wisata. Sayangnya danau itu tidak mendapat perhatian serius dari Pemkab Kerinci. Jalan ke danau pun terkesan apa adanya, sempit dan rusak parah. “Jalan ke danau ini dibangun masyarakat dengan dana swadaya,” ujar warga saat ditemui di danau, belum lama ini.
*Sumber:infojambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)