Dunia usaha di Provinsi Jambi sedang kesulitan membayar kredit. Terbukti, berdasar data Kajian Ekonomi Regional (KER) Bank Indonesia Provinsi Jambi, nilai Noan Performing Loan (NPL) di sektor industri pada bank umum merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor lain. Pada triwulan tiga (Juli-Agustus-Sepmtember), kredit macet industri mencapai 6,26 persen atau di atas ketentuan Bank Indonesia yaitu 5 persen.
Jumlah kredit yang belum ditarik pada triwulan tiga ini, berdasar laporan menunjukkan peningkatan sebesar 13,94 persen. Pada triwulan ini, total kredit yang belum ditarik sebesar Rp 1.218,86 miliar. Sementara triwulan sebelumnya hanya Rp 1.069,75 miliar. Meningkatnya Undisbursed loan atau bisa dikatakan kredit yang belum ditarik tersebut dipicu oleh meningkatnya kelonggaran tarik kredit investasi yang mencapai 53,97 persen.
Pemimpin Bank Indonesia Cabang Jambi, Iing M Hasanudin, menuturkan, tingginya kredit macet di sektor industri bisa saja disebabkan adanya pembayaran yang tertunda oleh kalangan industri itu sendiri, seperti penjualan sawit. Sebab pembayarannya kadang-kadang dua minggu atau satu bulan setelah transaksi.
Menurutnya, ini bukan kredit macet, hanya pembayaran yang tertunda. Dia memprediksi, awal bulan nanti akan kembali lancar. "Apalagi sampai saat ini, tidak ada laporan mengenai industri yang tutup. Kalau ada industri yang tutup maka bisa kita bilang kredit macet," akunya.
Sementara itu, Pimpinan Bank Bukopin Jambi, Tutur Suko Hadiananto, terjadinya peningkatan NPL di sektor Industri karena momen Lebaran. Banyak pengusaha membayar THR dan bonusi karyawan sehingga perusahaan menunda pembayaran kewajiban ke bank. Dan ini terjadi setiap tahun.
Di mata pengamat ekonomi Universitas Batanghari, Dr Pantun Bukit, kredit macet lebih cendrung di sektor konsumsi. Sebab, ini momen Lebaran. Selain itu, masalah ini muncuk karena pihak bank jor-joran menyalurkan kredit konsumsi. Maka tidak tertutup kemungkinan kredit macet ini terjadi pada sector konsumtif. Sementara Bank tidak tidak sejauh itu untuk mengawasi penggunaannya.
Jumlah kredit yang belum ditarik pada triwulan tiga ini, berdasar laporan menunjukkan peningkatan sebesar 13,94 persen. Pada triwulan ini, total kredit yang belum ditarik sebesar Rp 1.218,86 miliar. Sementara triwulan sebelumnya hanya Rp 1.069,75 miliar. Meningkatnya Undisbursed loan atau bisa dikatakan kredit yang belum ditarik tersebut dipicu oleh meningkatnya kelonggaran tarik kredit investasi yang mencapai 53,97 persen.
Pemimpin Bank Indonesia Cabang Jambi, Iing M Hasanudin, menuturkan, tingginya kredit macet di sektor industri bisa saja disebabkan adanya pembayaran yang tertunda oleh kalangan industri itu sendiri, seperti penjualan sawit. Sebab pembayarannya kadang-kadang dua minggu atau satu bulan setelah transaksi.
Menurutnya, ini bukan kredit macet, hanya pembayaran yang tertunda. Dia memprediksi, awal bulan nanti akan kembali lancar. "Apalagi sampai saat ini, tidak ada laporan mengenai industri yang tutup. Kalau ada industri yang tutup maka bisa kita bilang kredit macet," akunya.
Sementara itu, Pimpinan Bank Bukopin Jambi, Tutur Suko Hadiananto, terjadinya peningkatan NPL di sektor Industri karena momen Lebaran. Banyak pengusaha membayar THR dan bonusi karyawan sehingga perusahaan menunda pembayaran kewajiban ke bank. Dan ini terjadi setiap tahun.
Di mata pengamat ekonomi Universitas Batanghari, Dr Pantun Bukit, kredit macet lebih cendrung di sektor konsumsi. Sebab, ini momen Lebaran. Selain itu, masalah ini muncuk karena pihak bank jor-joran menyalurkan kredit konsumsi. Maka tidak tertutup kemungkinan kredit macet ini terjadi pada sector konsumtif. Sementara Bank tidak tidak sejauh itu untuk mengawasi penggunaannya.
*tribunjambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)