Rencana pemerintah mengalihkan penggunaan minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) mengundang kontroversi di tengah masyarakat Kabupaten Merangin, Jambi. Sebagian masyarakat mengaku belum siap menerima kehadiran bahan bakar gas di rumah mereka.
Fheronika, warga Pematang Kandis, Bangko, mengungkapkan, jika konversi minyak tanah ke gas dilakukan pemerintah ia memilih berpindah ke kayu bakar. “Penggunaan gas sangat tidak aman. Buktinya tabung gas meledak dimana-mana,” katanya pada infojambi.com, Selasa (5/10).
Hal senada dikatakan Rosna, penduduk Talang Kawo, Bangko. Ia minta pemerintah mengkaji lagi rencana pengalihan bahan bakar tersebut. Dirinya Rosna khawatir program itu akan semakin mempersulit mayarakat. “Saya kurang setuju. Pakai kompor minyak tanah saja belum tentu aman, apalagi pakai kompor gas,” ujarnya.
Penolakkan juga dilontarkan Marida. Pengunaan gas akan menyusahkan rakyat, terutama untuk urusan isi ulang. “Bayangkan, bagaimana kalau malam kehabisan gas. Kemana mau isi ulang, sementara subuh harus memasak. Kalau minyak tanah bisa beli banyak untuk persiapan,” dalihnya.
Lain halnya dengan Imron, seorang dosen. Ia siap menyambut program konversi minyak tanah ke gas. Hanya saja ia menyarankan pemerintah agar menyediakan fasilitas bagi masyarakat yang jauh dari kota, agar tidak susah mencari stok. “Saya memilih pakai gas tabung 12 kg, karena yang tabung 3 kg sangat tidak aman dan berbahaya,” akunya.
Imron mengingatkan pemerintah agar mengontrol secara ketat pelaksanaan konversi, supaya kasus tabung gas meledak tidak terjadi di Merangin. Pemerintah harus benar-benar memberi pemahaman pada masyarakat awam tentang cara penggunaan gas.
Pihak dinas ESDM menyadari adanya kontroversi di masyarakat soal konversi minyak tanah. “Human error itu memang masih ada, tapi ini program nasional yang perlu didukung bersama. Masyarakat akan diberi sosialisasi,” kata Kepala Dinas ESDM Merangin, Markoni.
*Sumber:www.infojambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)