Gagasan Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus bahwa angkutan batu bara harus lewat sungai sehingga kerusakan jalan bisa dicegah, belum sepenuhnya diterima oleh pengusaha batu bara.
Direktur PT Tamarona Mas Internasional, H Matlawan Hasibuan menganggap, angkutan batu bara lewat sungai itu belum wajib harus diterapkan. Kata pengusaha batu bara ini, cukup besar cost (biaya,red) yang harus dikeluarkan jika memang batu bara itu harus melaluu jalur sungai.
"Yang jelas cost nya lebih tinggi, saya tidak yakin kalau bisa lewat, karena sungai itu harus dalam dan risiko nya tinggi. Otomatis harus dilakukan pengerukan sungai terlebih dahulu, dan itu kan biayanya lebih tinggi. Lebih rendah cost-nya bila lewat darat," katanya dihubungi Tribun, Rabu (27/10).
Malah Matlawan melontarkan wacana pada pemerintah agar membangun rel kereta api untuk mengangkut batu bara. Alasannya, karena cost nya bisa ditekan, dan tentunya lebih murah bila harus lewat jalur sungai. "Lebih bagus pakai rel kereta api, costnya rendah dari pada keruk sungai. Lebih cenderung penerunitah membangun rel keretaa api, dari pada membuat wacana lewat sungai," ujarnya.
Mengenai kerusakan jalan, terutama Jalan Lingkar Selatan, ia menganggap kalau pengusaha batu bara tidak punya kepentingan pada jalan itu. Yang mempunyai kepentingan terhadap jalan itu adalah pengusaha transportasi.
"Kita kan kontrak dengan mereka (pengusaha angkuta,red). Tapi transportasi itu dikambinghitamkan pengusaha, tapi transportasi yang punya kepentingan. Dalam hal ini kontraktor yang mempunyai kepentingan mengangkut batu bara," tegasnya.
Rencana Gubernur itu dikarenakan angkutan batu bara melewati sungai dari pertambangan hingga Pelabuhan Talang Duku dan Muara Sabak. Sungai Batanghari yang menjadi jalur utama memiliki panjang sekitar 1.740 kilometer dengan lebar hingga 1.200 meter dan kedalaman lebih dari 12 meter.
Sementara sedimentasi di pinggir sungai akan dikeruk. Diharapkan dengan pengerukan tersebut kapal bermuatan maksimal 3.000 dwt bisa lewat. Atau kalau lebih ke hilir bisa dilalui kapal 5.000 dwt.
Direktur PT Tamarona Mas Internasional, H Matlawan Hasibuan menganggap, angkutan batu bara lewat sungai itu belum wajib harus diterapkan. Kata pengusaha batu bara ini, cukup besar cost (biaya,red) yang harus dikeluarkan jika memang batu bara itu harus melaluu jalur sungai.
"Yang jelas cost nya lebih tinggi, saya tidak yakin kalau bisa lewat, karena sungai itu harus dalam dan risiko nya tinggi. Otomatis harus dilakukan pengerukan sungai terlebih dahulu, dan itu kan biayanya lebih tinggi. Lebih rendah cost-nya bila lewat darat," katanya dihubungi Tribun, Rabu (27/10).
Malah Matlawan melontarkan wacana pada pemerintah agar membangun rel kereta api untuk mengangkut batu bara. Alasannya, karena cost nya bisa ditekan, dan tentunya lebih murah bila harus lewat jalur sungai. "Lebih bagus pakai rel kereta api, costnya rendah dari pada keruk sungai. Lebih cenderung penerunitah membangun rel keretaa api, dari pada membuat wacana lewat sungai," ujarnya.
Mengenai kerusakan jalan, terutama Jalan Lingkar Selatan, ia menganggap kalau pengusaha batu bara tidak punya kepentingan pada jalan itu. Yang mempunyai kepentingan terhadap jalan itu adalah pengusaha transportasi.
"Kita kan kontrak dengan mereka (pengusaha angkuta,red). Tapi transportasi itu dikambinghitamkan pengusaha, tapi transportasi yang punya kepentingan. Dalam hal ini kontraktor yang mempunyai kepentingan mengangkut batu bara," tegasnya.
Rencana Gubernur itu dikarenakan angkutan batu bara melewati sungai dari pertambangan hingga Pelabuhan Talang Duku dan Muara Sabak. Sungai Batanghari yang menjadi jalur utama memiliki panjang sekitar 1.740 kilometer dengan lebar hingga 1.200 meter dan kedalaman lebih dari 12 meter.
Sementara sedimentasi di pinggir sungai akan dikeruk. Diharapkan dengan pengerukan tersebut kapal bermuatan maksimal 3.000 dwt bisa lewat. Atau kalau lebih ke hilir bisa dilalui kapal 5.000 dwt.
*Sumber:tribunjambi.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)