NASIONAL - Taufiq Kiemas: Pesawat RI 1, Kenapa Tidak?


Di tengah kontroversi soal pengadaan pesawat khusus kepresidenan Indonesia, dukungan datang dari Ketua MPR, Taufiq Kiemas. Menurut dia, sah-sah saja pemerintah membeli bila memiliki uang. "Kalau ada uangnya, kenapa tidak?" kata Taufiq, Selasa 14 Juni 2011.

Menurut dia, presiden perlu pesawat untuk mengantarkannya ke banyak tujuan, baik dalam maupun luar negeri. "Saya rasa perlu, dia kemana-mana naik pesawat itu, misalnya kayak G-20. Bukan apa-apa, memang perlu. Sidang APEC saja tiap tahun," ujarnya.

Namun, Taufiq menegaskan, pemerintah boleh membeli pesawat kepresidenan itu bila ada anggaran tersedia. "Kalau ada uangnya realistis," kata dia.

Soal pilihan pesawat yang buatan Boeing, suami Megawati Soekarnoputri itu menilai tak masalah. Mengapa bukan buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI)? "Mampunya memang beli dari luar, kalau yang (buatan) PT DI hanya bisa jarak dekat saja."
Dia menambahkan, terkait pengadaan pesawat kepresidenan, pemerintah dan DPR harus saling kontrol.

Sebelumnya, pemerintah akan membeli pesawat kepresidenan baru jenis Boeing Jet 2 seharga US$58 juta atau Rp494 miliar. Rencana pembelian itu telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 dan mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, menilai keputusan untuk membeli pesawat kepresidenan sudah sangat tepat. Sebab, dengan pesawat itu akan bisa lebih efektif dan efesien.

"Saya merasa kebutuhan untuk membeli pesawat ini ada dan saya yakin untuk Indonesia sangat tepat kalau seandainya di tingkat presiden memiliki pesawat kepresidenan," kata Agus saat di Gedung Mahkamah Konstitus Jakarta, Jumat, 10 Juni 2011.

Dia beralasan, Indonesia adalah negara yang luas. Jika dalam perjalanan dinas presiden menggunakan pesawat komersil, maka tidak efektif.

"Seandainya presiden harus menggunakan pesawat komersil atau pesawat komersil kemudian diubah menjadi pesawat kepresidenan itu akan membuat pengelolaan perusahaan pesawat kurang efisien. Dan kalau mesti membayar harga komersial, itu mahal sekali," terang Agus.

Tentangan datang dari anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo. Menurut dia, pembelian pesawat sebaiknya ditunda karena belum ada kebutuhan mendesak dan kondisi ekonomi masyarakat yang masih memprihatinkan.

Bambang mengkalkulasi, biaya perjalanan presiden tidak otomatis menjadi lebih efisien karena adanya pesawat itu. Kalau dengan sewa pesawat menghabiskan anggaran sampai Rp900 miliar per tahun, anggaran sebesar ini tidak otomatis bisa menurun hanya dengan membeli pesawat seharga Rp 500 miliar lebih. "Para pembantu presiden jangan menyederhanakan masalah," ujarnya.

Menurut dia, begitu pesawat itu di datangkan, tetap saja ada konsekuensi biaya reguler yang tidak kecil. Pertama, kantor presiden harus membentuk unit kerja baru untuk mengelola dan merawat pesawat itu.
Kedua, dibutuhkan hanggar dengan segala tetek bengeknya. Ketiga, harus ada pilot dan kru khusus untuk pesawat itu. "Setiap kali bepergian, kantor kepresidenan pun harus beli avtur."
• VIVAnews

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)