NASIONAL - India Bangun 11 Km Jalan Per Hari. Indonesia?

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengatakan pertemuan Forum Ekonomi Dunia tentang Kawasan Asia Timur (World Economic Forum on East Asia) berdampak positif terhadap investasi. Banyak perusahan dunia menyampaikan minat investasinya terhadap indonesia. "Angka investasinya ratusan juta dolar Amerika," ujar Kepala BKPM Gita Wirjawan di sela-sela forum, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin, 13 Juni 2011.
 
World Economic Forum berlangsung di Jakarta, sejak Minggu sehari sebelumnya, dan ditutup Senin.

Gita menjelaskan, beberapa perusahaan yang telah menyatakan minatnya adalah Nissan, Daihatsu, dan Tata Motor. Mereka akan membangun pabrik mobil di Indonesia. Perusahaan asal India, GMR Group, juga akan menanamkan investasinya sekitar US$3-5 miliar (Rp26-43 triliun). "Mereka sudah mengakuisisi beberapa perusahaan batu bara di Indonesia," ujarnya.

GMR pun sedang bernegosiasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara, sebagai pemasok batu bara. Sebab, mereka tak ingin membawa batu bara tersebut ke India. Selain itu, GMR juga menyatakan tertarik membangun sejumlah bandara di Jakarta dan Jawa Barat.

Selain itu, yang menyatakan minat berinvestasi ke Indonesia adalah raksasa tambang India, Essar Group, perusahaan Korea Lotte dan SK Group, perusahaan Amerika Serikat P&G dan GE. Unilever dan Nestle juga akan meningkatkan kapasitas pabrik di negeri ini.

Sayangnya, permasalahan infrastruktur seringkali menjadi kendala investasi, yang menuntut penanganan segera. Termasuk dalam persoalan ini adalah kompleksnya kebijakan, aturan penggunaan lahan, serta kesulitan menyalurkan pendanaan proyek jangka panjang.

Gita mengakui sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia sempat tertunda dalam beberapa tahun ini. Beberapa di antaranya bahkan dibiarkan mangkrak. "Persoalan infrastruktur di Asia memang berantakan," katanya. "Namun ada harapan besar."

11 kilometer per hari
Lain di Indonesia, lain di India. Negara dengan jumlah populasi besar ini berencana membangun jalan sepanjang 11 kilometer per hari. Saat ini, India baru membangun jalan 10 kilometer per hari, berkat berdirinya lembaga National Highway Authority. Namun, pembangunan sistem angkutan massal yang sudah direncanakan 20 tahun lalu, tak kunjung dibangun.

"India memiliki cerita yang beragam," ujar Chairman and Managing Director Hindustan Construction Company, Ajit Gulabchand. Dia mengatakan negaranya memiliki berbagai cerita sukses dan kegagalan yang karut-marut.

Ajit mengungkapkan, persoalan utama yang terjadi di India adalah peran pemerintah pusat dan negara bagian yang sangat kuat. Sedangkan pemerintah kota tidak memiliki otoritas sama sekali. Padahal, pemerintah kota lah yang sangat berkepentingan dalam hal implementasi berbagai proyek infrastruktur.

Di forum ini, India memperkirakan biaya pembangunan sejumlah proyek infrastruktur di kawasan Asia bakal mencapai US$8 triliun atau setara Rp72.000 triliun dalam 10 tahun mendatang. Proyek-proyek infrastruktur itu meliputi pembangkit listrik, pelabuhan, telekomunikasi, dan sistem pengairan.

Dalam keterangan persnya, penyelenggara World Economic Forum menyebutkan bahwa wilayah Asia membutuhkan dana cukup besar untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur. Pembiayaan bisa melalui simpanan, pembiayaan lembaga keuangan asing, serta cadangan bank sentral.

Group Chief Executive HSBC Holding, Stuart T. Gulliver menyatakan skema pendanaan harus dibangun berbarengan dengan industri asuransi, sehingga bisa menghasilkan pendanaan jangka panjang. Untuk wilayah Asia, Stuart menilai pembangunan infrastruktur yang sudah berjalan baik terdapat di Hong Kong dan Singapura.

Pendapat lain disampaikan  Vice Chairman General Electric Company, Hong Kong, John Rice. Menurutnya, beberapa negara Asia kurang berpengalaman dalam menggelar tender proyek raksasa.  "(Padahal) banyak uang yang berhamburan di dunia yang ingin diinvestasikan di bidang infrastruktur," kata dia.

Jangan sepelekan
Perdana Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva, dalam  pidato penutupan Forum, mengatakan suara negara berkembang--seperti yang berada di kawasan Asia Timur--harus didengar. Sebab, kawasan ini memberi pengaruh dan kekuatan bagi ekonomi dunia.

Abhisit menyampaikan pandangannya mengenai era globalisasi baru. Menurut dia, sebagian negara selama ini tampak menjadi korban globalisasi karena mengambil peranan pasif. "Kita harus aktif," ujarnya, Senin malam.

Dalam percaturan negara global, semua negara membutuhkan koordinasi global untuk mencari solusi bersama. Hal itu terlihat saat krisis finansial global, negara-negara anggota G20 bertemu tak hanya menghasilkan perjanjian, namun memberi jawaban bagi dunia. "Saat ini kita menghadapi tantangan bagaimana mencari solusi global untuk menciptakan ekonomi yang berkesinambungan," ujarnya.

Beberapa isu seperti daya saing, ekonomi berkelanjutan, penyederhanaan regulasi, dan masalah pajak, menurutnya, perlu dibahas secara berkelanjutan. Hal ini termasuk bagaimana pemerintah dan swasta bekerja sama menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. "Reformasi diperlukan untuk mengatasi tantangan itu," ujarnya. (eh)
• VIVAnews

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)