Dengan harga patokan APBN, Indonesian Crude Price (ICP) yang sudah melambung menembus US$ 100 per barel, maka harga BBM bersubsidi yang wajar untuk jenis premium mestinya adalah Rp 5.510 per liter. Dengan harga itu, APBN 2011 tidak akan 'berdarah-darah' karena membengkaknya subsidi.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto menjelaskan alokasi anggaran subsidi BBM pada suatu tahun anggaran tertentu pada kondisi dasar (sesuai asumsi-asumsi makro APBN) selalu akan menghasilkan besaran persentase tertentu harga BBM subsidi terhadap harga keekonomiannya.
Untuk APBN tahun 2011,pada kondisi dasar, dari kajian ReforMiner Institute angka-angka persentase itu adalah 65,59% untuk premium, 64,31% untuk solar, dan 36,41% untuk minyak tanah. Artinya, dengan harga premium Rp. 4.500 per liter, solar Rp. 4.500 per liter, dan minyak tanah Rp. 2.500 per liter saat ini, maka negara menyubsidi masing-masingnya sebesar 34,41%, 35,69%, dan 63,59%. Sementara persentase harga BBM subsidi dan harga keekonomiannya sebesar 65,59% (premium), 64,31% (solar) dan 36,41% (minyak tanah).
Pri Agung menjelaskan, hal yang paling masuk akan dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan menerapkan harga BBM bersubsidi secara fluktuatif ala harga pertamax. Artinya, pemerintah mengunci harga-harga BBM Subsidi terhadap harga keekonomiannya pada tingkat tertentu dan membiarkannya mengikuti pergerakan harga minyak mentah yang ada.
Untuk itu, pemerintah disarankan untuk tetap menjaga persentase subsidi seperti disebut diatas pada angka yang tetap, paling tidak sepanjang tahun anggaran 2011 ini berjalan jika kebijakan harga BBM subsidi berfluktuasi ini diterapkan.
Ia pun mencontohkan dengan kondisi tahun 2011, ketika semua asumsi-asumsi makro APBN 2011 sudah mengalami perubahan, persentase subsidi tersebut bisa dipertahankan sehingga APBN tidak terlalu menderita akibat membengkaknya subsidi.
Dengan mengasumsikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) saat ini adalah US$ 100/barel sementara asumsi-asumsi makro APBN lainnya (kurs, lifting) masih dianggap tetap (terpenuhi), kajian ReforMiner Institute menghitung bahwa persentase harga BBM subsidi terhadap harga keekonomiannya saat ini hanya mencapai 53,57% untuk premium, 52,50% untuk solar dan 29,70% untuk minyak tanah.
"Kondisi ini jika dipertahankan akan memberikan dampak negatif terhadap APBN (menambah defisit) jika harga minyak mentah dunia terus meningkat," jelas Pri Agung dalam rilisnya yang dikutip detikFinance, Senin (21/3/2011).
Untuk itu, sebagai langkah awal di dalam mengimplementasikan kebijakan BBM subsidi berfluktuasi ini diperlukan penyesuaian (kenaikan) harga BBM terlebih dahulu. Penyesuaian ini diperlukan untuk membuat agar APBN tetap dapat bersifat positif-netral (tidak menambah defisit) terhadap pergerakan harga minyak mentah dunia.
Berdasarkan kajian ReforMiner Institute, harga BBM yang pantas ketika ICP menembus US$ 100 per barel adalah premium Rp. 5.510 per liter, solar Rp. 5.512 per liter dan minyak tanah Rp. 3.065 per liter.
"Ini akan menjadi titik awal untuk kemudian kebijakan harga BBM subsidi berfluktuasi dapat diterapkan. Artinya, jika di dalam perjalanannya kemudian ICP ternyata lebih rendah daripada US$ 100 dolar AS per barel, maka harga BBM subsidi harus diturunkan, dan sebaliknya," imbuh Pri Agung.
Ia mengusulkan, dengan penguatan kurs Rupiah dan perubahan asumsi makro APBN lainnya, penyesuaian harga yang akan dipilih sebagai titik awal ini dapat menjadi lebih rendah, katakanlah menjadi hanya Rp. 5.000 per liter untuk premium dan solar, dan Rp. 2.750 per liter untuk minyak tanah, sehingga relatif tidak terlalu memberatkan masyarakat.
Seperti diketahui, ICP terus melonjak mengikuti harga minyak mentah dunia yang melambung akibat krisis di Timur Tengah. Per 7 Maret 2011 menembus level US$ 113,75 per barel.(nrs/qom)
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto menjelaskan alokasi anggaran subsidi BBM pada suatu tahun anggaran tertentu pada kondisi dasar (sesuai asumsi-asumsi makro APBN) selalu akan menghasilkan besaran persentase tertentu harga BBM subsidi terhadap harga keekonomiannya.
Untuk APBN tahun 2011,pada kondisi dasar, dari kajian ReforMiner Institute angka-angka persentase itu adalah 65,59% untuk premium, 64,31% untuk solar, dan 36,41% untuk minyak tanah. Artinya, dengan harga premium Rp. 4.500 per liter, solar Rp. 4.500 per liter, dan minyak tanah Rp. 2.500 per liter saat ini, maka negara menyubsidi masing-masingnya sebesar 34,41%, 35,69%, dan 63,59%. Sementara persentase harga BBM subsidi dan harga keekonomiannya sebesar 65,59% (premium), 64,31% (solar) dan 36,41% (minyak tanah).
Pri Agung menjelaskan, hal yang paling masuk akan dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan menerapkan harga BBM bersubsidi secara fluktuatif ala harga pertamax. Artinya, pemerintah mengunci harga-harga BBM Subsidi terhadap harga keekonomiannya pada tingkat tertentu dan membiarkannya mengikuti pergerakan harga minyak mentah yang ada.
Untuk itu, pemerintah disarankan untuk tetap menjaga persentase subsidi seperti disebut diatas pada angka yang tetap, paling tidak sepanjang tahun anggaran 2011 ini berjalan jika kebijakan harga BBM subsidi berfluktuasi ini diterapkan.
Ia pun mencontohkan dengan kondisi tahun 2011, ketika semua asumsi-asumsi makro APBN 2011 sudah mengalami perubahan, persentase subsidi tersebut bisa dipertahankan sehingga APBN tidak terlalu menderita akibat membengkaknya subsidi.
Dengan mengasumsikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) saat ini adalah US$ 100/barel sementara asumsi-asumsi makro APBN lainnya (kurs, lifting) masih dianggap tetap (terpenuhi), kajian ReforMiner Institute menghitung bahwa persentase harga BBM subsidi terhadap harga keekonomiannya saat ini hanya mencapai 53,57% untuk premium, 52,50% untuk solar dan 29,70% untuk minyak tanah.
"Kondisi ini jika dipertahankan akan memberikan dampak negatif terhadap APBN (menambah defisit) jika harga minyak mentah dunia terus meningkat," jelas Pri Agung dalam rilisnya yang dikutip detikFinance, Senin (21/3/2011).
Untuk itu, sebagai langkah awal di dalam mengimplementasikan kebijakan BBM subsidi berfluktuasi ini diperlukan penyesuaian (kenaikan) harga BBM terlebih dahulu. Penyesuaian ini diperlukan untuk membuat agar APBN tetap dapat bersifat positif-netral (tidak menambah defisit) terhadap pergerakan harga minyak mentah dunia.
Berdasarkan kajian ReforMiner Institute, harga BBM yang pantas ketika ICP menembus US$ 100 per barel adalah premium Rp. 5.510 per liter, solar Rp. 5.512 per liter dan minyak tanah Rp. 3.065 per liter.
"Ini akan menjadi titik awal untuk kemudian kebijakan harga BBM subsidi berfluktuasi dapat diterapkan. Artinya, jika di dalam perjalanannya kemudian ICP ternyata lebih rendah daripada US$ 100 dolar AS per barel, maka harga BBM subsidi harus diturunkan, dan sebaliknya," imbuh Pri Agung.
Ia mengusulkan, dengan penguatan kurs Rupiah dan perubahan asumsi makro APBN lainnya, penyesuaian harga yang akan dipilih sebagai titik awal ini dapat menjadi lebih rendah, katakanlah menjadi hanya Rp. 5.000 per liter untuk premium dan solar, dan Rp. 2.750 per liter untuk minyak tanah, sehingga relatif tidak terlalu memberatkan masyarakat.
Seperti diketahui, ICP terus melonjak mengikuti harga minyak mentah dunia yang melambung akibat krisis di Timur Tengah. Per 7 Maret 2011 menembus level US$ 113,75 per barel.(nrs/qom)
*detik.com
0 komentar:
Posting Komentar
free comment,but not spam :)