JAMBI - Kisah Legenda Teh Kayu Aro : Bikin Jatuh Hati Ratu Belanda dan Inggris

Berada di kawasan dataran tinggi Pulau Sumatera, perkebunan Teh Kayu Aro mampu menghasilkan teh dengan kualitas terbaik di dunia. Orang Eropa dan negara-negara kaya di dunia sangat menyukai teh ini. Teh Kayu Aro. Tidak banyak masyarakat Indonesia yang bisa menikmati teh kualitas terbaik di dunia tersebut. Sebab,  produksi grade 1 dari perkebunan Teh Kayu Aro, hanya dipasarkan di negara-negara Eropa, dan di beberapa negara kaya lainnya.

Sementara di Indonesia sendiri, yang dipasarkan hanyalah produk campuran antara grade 1, 2 dan 3.  Itupun dikemas dalam merek lain yang sudah dicampur dengan berbagai adonan, mulai dari aroma melati sampai aroma buah-buahan.

Ada beberapa merek teh di Indonesia yang menggunakan Teh Kayu Aro sebagai penyedap dan campuran teh mereka. "Biasanya Teh Kayu Aro dijadikan bumbu teh lain, karena aromanya yang khas," ujar Manager Perkebunan Teh Kayu Aro, Zainal Prayitno, kepada Tribun, Sabtu (26/3).n.

Menurutnya, sejak dibuka pada tahun 1925 oleh  perusahaan Belanda yaitu NVHVA (Namlodse Venotchaaf Handle Veriniging Amsterdam), mulai dilakukan penanaman pertama pada tahun 1929 dan mendirikan pabrik teh pada tahun 1932.

Perkebunan ini merupakan hamparan perkebunan teh terluas di dunia yang memiliki luas lahan 2.624,69 hektare, dengan lahan perkebunan terendah berada di ketinggian 1.400 Mdpl, dan lahan tertinggi berada di ketinggian 1.700 Mdpl, sehingga Teh Kayu Aro menjadi minuman kegemaran keluarga kerajaan-kerajaan yang ada di Eropa.

Di Negeri Kincir Angin, Belanda, misalnya, dimulai dari generasi Ratu Wilhelmina, yang berkuasa pada saat Belanda menjajah Indonesia, sampai ke keturunannya  seperti Ratu Yulyana, dan Ratu Betris yang berkuasa saat ini. Mereka sangat menggemari teh yang dihasilkan dari perkebunan Kayu Aro ini. Mereka tidak mau minum teh jika bukan Teh Kayu Aro.

Selain itu, Teh Kayu Aro juga menjadi minuman kegemaran keluarga kerajaan Inggris, dan beberapa negara maju lainnya, seperti Jerman, negara-negara pecahan Uni Soviet, dan sebagian negara Arab.

Dalam satu hari, rata-rata perkebunan Teh Kayu Aro di Kerinci mampu menghasilkan 80 ton daun basah. "Pengolahan Teh Kayu Aro, sejak zaman Belanda tidak pernah berubah, meskipun sudah berumur ratusan tahun, namun mesin pengolah peninggalan Belanda masih dipertahankan. Pengolahan ini secara tradisional dan tanpa pewarna dan bahan pengawet," katanya.

Selain itu, perkebunan teh ini juga menyediakan lapangan kerja bagi warga, yakni dengan mempekerjakan 1.764 orang karyawan. "Aktivitas pengolahan teh berlangsung selama 22 jam, dengan proses paling lama adalah proses pelayuan, yakni membutuhkan waktu hingga 18 jam," tandasnya. (edi januar)

*tribunjambi.com

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)