NASIONAL - Ketahuan Terima Suap Calon Hakim MA Dicoret


Salah satu tugas Komisi Yudisial (KY) adalah menyiapkan calon hakim agung. Terhitung sejak 2006 hingga 2010, KY baru menghasilkan 20 hakim agung. “Pada tahun ini, calon hakim agung yang mendaftar 53 orang,” kata Kepala Biro Humas KY Andi Jalal, kepada Rakyat Mer­deka di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta.

Terhadap 53 calon itu, menurut Andi, KY telah telah melakukan berbagai tahapan seleksi, antara lain investigasi. Sehingga, tersisa 6 orang yang dibawa ke DPR un­tuk uji kelayakan dan kepatutan.  “53 calon itu terdiri dari 13 orang berlatar belakang hakim karier, dan 40 non karier,” ujarnya.

Andi memaparkan, yang di­maksud hakim karier ialah orang itu telah 20 tahun bekerja sebagai hakim, dan diantaranya pernah menjadi hakim tinggi selama tiga tahun.

Sementara untuk non karier, calon yang bersangkutan telah mengabdi di bidang hukum selama 20 tahun, dan mempunyai gelar doktor dan magister hukum. “Itulah hal pertama yang harus di­tempuh. Yaitu, lolos seleksi pe­r­syaratan administrasi,” im­buhnya.

Untuk seleksi kualitas, dia menyebutkan, selain mempunyai gelar dan pengalaman, calon hakim agung harus mempunyai kepribadian yang baik. Untuk mengetahui soal kepribadian itu, KY melakukan investigasi. Pada tahap ini, lanjut Andi, banyak calon tidak lolos karena ter­sandung berbagai masalah, ter­masuk dugaan korupsi dan suap. “Ketika tim KY melakukan in­vestigasi, misalnya ditemukan hakim yang pernah melakukan penggelapan uang yayasan atau menerima suap. Calon seperti itu kami coret,” tandasnya.

Namun, Andi tidak me­nye­but­kan berapa jumlah calon hakim agung yang terlibat dugaan ko­rupsi dan suap. Hanya saja, ia me­mas­tikan, KY masih menemukan perilaku hakim yang menyalahi hukum dan sudah melaporkannya kepada majelis kehormatan ha­kim. Majelis ini beranggotakan tu­juh orang yang terdiri dari un­sur KY empat orang dan Mah­kamah Agung (MA) tiga orang. “Nah, yang bersangkutan selain tidak lulus seleksi calon hakim agung, juga mendapatkan hadiah sanksi dilaporkan kepada majelis kehormatan hakim,” tandasnya.

Dia menjelaskan, investigasi tersebut bermula dari pengaduan masyarakat kepada KY. “Dari pengaduan masyarakat yang masuk ke kami, masih banyak pelanggaran yang dilakukan hakim. Korupsi dan praktik suap merupakan pengaduan terbanyak yang diterima KY dari ma­sya­rakat, selain pelanggaran moral,” katanya.

Sebagai catatan, dua nama terakhir yang disetujui DPR sebagai hakim agung  adalah Sri Murwahyuni dan Sofyan Sito­m­pul. Mereka terpilih menjadi ha­kim agung pada 28 September lalu.

Dalam UUD 1945 Pasal 24 A ayat 3 diterangkan, calon hakim agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dan selanjutnya ditetapkan se­bagai hakim agung oleh Presiden. “Tentunya, calon hakim agung yang disodorkan ke DPR ha­ruslah dinyatakan lolos seleksi di KY,” ujarnya.

Koordinator Bidang Pe­nga­was­an Kehormatan Hakim KY, Za­inal Arifin menambahkan, ba­nyaknya para hakim yang masih melakukan praktik suap dan korupsi merupakan cerminan dari lemahnya integritas moral dan perilaku hakim. “Inilah yang sedang kami usahakan. Kami terus melakukan monitoring secara intensif terhadap pe­nye­leng­garaan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.”

Zainal mengatakan, sebagai lembaga tinggi negara yang lahir dari tuntutan reformasi hukum dan bertugas untuk melakukan reformasi lembaga peradilan, pi­hak­nya terus berupaya me­nga­wasi para hakim di seluruh In­­donesia.  “Tentu KY tidak mu­ng­kin membiarkan terus ber­lang­sungnya praktek penyalahgunaan wewenang di lembaga pe­radil­an,” ujarnya.

Mengomentari tentang re­ko­mendasi KY kepada MA, hakim MA Salman Luthan enggan me­ngo­mentari masalah tersebut. Soal­nya, hasil yang dipaparkan KY itu merupakan keputusan mut­lak yang tidak bisa diganggu-gugat. “Kalau sudah keputusan, saya tidak bisa memberikan ko­­mentar, itu sudah menjadi ke­wenangan Komisi Yudisial untuk menanganinya,” ucapnya.

Sulit Mencari Hakim Idaman
Uli Parulian Sihombing, Direktur The Indonesian Legal Resource Centre

Proses seleksi calon hakim agung oleh Komisi Yudisial (KY) sudah berdasarkan ko­mitmen awal pendirian lem­baga tersebut. Hanya, ketegasan dalam pemberian sanksi kepada para hakim nakal perlu dit­ing­katkan.

“Saya rasa, apa yang di­la­ku­kan KY sudah pada porsinya se­bagai lembaga yang bertugas me­ngawasi kinerja hakim,” kata Direktur The Indonesian Le­gal Resource Centre, Uli Pa­rulian Sihombing.

Hanya saja, lanjut Uli, KY tampaknya kesulitan untuk menemukan hakim agung yang mempunyai kapasitas dan integritas sesuai dengan apa yang diidamkan masyarat saat ini. “Tapi bukan berarti KY telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga yang mengawasi perilaku para hakim,” ujar dia.

Sayangnya, Uli mengatakan, ca­lon hakim agung dari jalur non karier tampaknya belum mendapatkan dukungan yang kuat dari masyarakat saat ini. “Itu wajar, karena hakim non karier belum banyak dikenal masyarakat, sehingga mem­butuh­kan suatu gebrakan yang po­sitif untuk membuka hati ma­sya­rakat,” ujarnya.

Uli pun berharap KY bisa meningkatkan kinerjanya sebagai lembaga pengawasan hakim. Soalnya, saat ini ber­tebaran hakim yang mudah ter­kena suap. “Kita bisa lihat be­berapa contoh hakim yang ter­kena suap, semisal hakim As­nun dan Ibrahim,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Uli, KY se­harusnya tidak hanya me­ngawasi hakim yang berada di ba­wah naungan MA, tapi juga para hakim yang duduk di Mah­kamah Konstitusi. “Saat ini ha­kim MK sedang kena isu suap. Se­hingga, butuh lembaga yang mengawasi kinerja hakim di MK,” ujarnya.

Jangan Terbawa Pengaruh Mafia
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Adanya bukti beberapa hakim terkena suap, merupakan suatu hal yang harus d­i­tin­dak­lanjuti Komisi Yudisial (KY). Pasalnya, perkara tersebut telah mencoreng wajah peradilan di Indonesia.

“Kita sangat prihatin atas banyaknya hakim yang mudah menerima suap dari kanan dan kiri.

Ini merupakan tugas Komisi Yu­disial pada khususnya, dan ma­syarakat pada umumnya,” kata anggota Komisi III DPR, Dasrul Djabar kepada Rakyat Merdeka.

Menurut Dasrul, para hakim yang terbukti menerima suap harus diberikan sanksi yang se­timpal agar memberikan efek jera kepada pelakunya. “Selama ini belum ada sanksi yang tegas dari aparat penegak hukum untuk hakim yang melanggar hukum,” katanya.

Meski begitu, Dasrul me­nga­ta­kan bahwa kinerja KY sudah menunjukkan pe­ning­kat­an, khususnya dalam me­nye­lek­si calon hakim agung. “Karena sudah diatur undang-undang, se­bagai anggota Komisi III, tentunya kami menghargai kewenangan KY ini,” tam­bahnya.

Dasrul mengatakan, dari 53 calon hakim agung tentu ada yang tidak lolos. “Siapa tahu yang tidak lolos itu dinilai KY ter­bukti melakukan pe­lang­gar­an dan dilaporkan ke majelis ke­hormatan hakim di MA. Jadi, kami di Komisi III tinggal menjalankan saja,” ujarnya.

Politisi Demokrat ini ber­harap kepada KY untuk terus me­njadi lembaga yang me­ngawal reformasi peradilan di In­do­nesia. Karena, menurut Dasrul, sangat jarang lembaga yang mengemban misi yang mulia tersebut. “Saya yakin dan optimis jika KY bisa me­la­ku­kan­nya dengan baik. Dengan cara meningkatkan pr­o­fe­sionali­sme sebagai suatu lem­baga yang anti menerima suap dari kanan-kiri,” ujarnya.

Disamping itu, lanjut Dasrul, KY jangan sampai terbawa pe­ngaruh jelek dari mafia hukum yang ingin merusak peradilan di In­donesia. Dengan begitu, lan­jutnya, KY bisa menjadi suatu lem­baga pengawasan hakim yang disegani dan dihormati oleh masyarakat. 

*Rakyatmerdeka.co.id

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)