INTERNASIONAL - Pewaris Takhta yang Semena-Mena


Ayah-ayah mereka telah berkuasa selama puluhan tahun. Hidup mereka bergelimang kemewahan dan semua itu membuat mereka lupa diri. Sejak dirilisnya film The Great Dictator yang dibintangi Charlie Chaplin pada 1940,diktator modern telah mendiami pola dasar komedi yang diciptakannya, yakni sombong dan jadi badut canggung.

Sejak saat itu, para kritikus yang pintar telah mengecam deskripsi semacam itu serta menyebutnya omong kosong dan pengalihan dari realitas. Namun, ada sosok yang sebenarnya membenarkan visi Hollywood atas orang kuat slapstick itu, yakni putra diktator. Tentu saja masih banyak yang mengingat ketika kabar menghebohkan menyeruak pada 2003 lalu.Pasukan Amerika Serikat (AS) menembak mati dua putra diktator Irak Saddam Hussein. Uday dan Qusay tewas sebelum ayahnya ditangkap di sebuah bungker pada Desember tahun yang sama. Kedua putra kesayangan orang kuat di Negeri Seribu Satu Malam itu tertangkap karena memilih tempat persembunyian yang gampang dikenali orang, yaitu rumah seorang sepupu mereka.

Yah, para putra raja tanpa mahkota (baca: diktator) ini memang dikenal suka sembrono dan suka bertingkah aneh, bahkan cenderung konyol dan lucu. Hampir semua diktator modern bermimpi menyerahkan kuasa kepada putranya. Namun, selain beberapa pengecualian (Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Pemimpin Korea Utara—Korut Kim Jongil), beberapa diktator justru gagal membesarkan putra-putra mereka dalam bisnis keluarga. Di Afrika, misalnya, putra-putra Jomo Kenyatta (Kenya), Idi Amin (Uganda) dan Daniel arap Moi (Kenya) malah membunuh karier politik yang diwariskan kepada mereka. Yang tragis, putra Stalin,Vasily, justru meregang nyawa karena mabuk.

Meskipun mewarisi squad Tonton Macoutes dari ayahnya, putra diktator Papa Doc, Baby Doc, gagal mempertahankan generasi ketiga Duvalier di Haiti. Parahnya lagi, ketika mengasingkan diri ke Prancis, dia menghambur-hamburkan USD120 juta dan beberapa kali diusir dari berbagai vila.Yang lebih aneh lagi, setelah gagal menjalani karier militer, putra mantan diktator Cile Augusto Pinochet sekarang ingin mengeksploitasi keburukan sang ayah dengan memasarkan kartu kredit merek Pinochet dan anggur merek Don Augusto. Kegagalan mereka tidak berhubungan dengan menghilangnya kemampuan untuk berbuat jahat.

Menurut Franklin Foer di situs Slate.com,tidak ada diktator yang pernah menghasilkan seorang pengecut.Perbedaan terbesar antara ayah dan putra adalah aplikasi kekerasan. Saat para ayah menggunakan pemerkosaan,penyiksaan, dan pembunuhan untuk memperkuat kuasanya, para putranya akan melepaskan kemarahan mereka.Uday adalah contoh nyata putra diktator yang sering lepas kendali.Setelah tahu bahwa ada seorang pembantu yang membantu menghubungkan Saddam dengan seorang gundik, Uday langsung menembak pembantu itu di depan tokoh penting asing.Putra mantan orang kuat Liberia Charles Taylor,Chucky, dilaporkan mencambuki sopirnya sampai mati setelah sopir itu secara tidak sengaja menabrak seekor anjing dan menyebabkan mobil lecet.

Selain itu, putra-putra para diktator juga dikenal sebagai playboydan tergila-gila dengan wanita. Namun, kata-kata ini biasanya hanyalah eufismeatas kegilaan mereka terhadap seks.Uday dikenal sebagai pemerkosa kejam dan suka memukuli istrinya tanpa belas kasih.Nicu menyimpan sebuah ruang khusus untuk memerkosa dan akan menyimpan celana dalam korbannya sebagai kenang- kenangan. Menurut seorang mantan duta besar AS, dia sering “merampas”wanita yang sudah bersuami. Sementara Nicu memerkosa wanita itu, para pengawalnya akan memukuli suami wanita itu.

Semua ini terjadi karena putra- putra itu memiliki kuasa untuk melakukan yang mereka mau.Tidak ada yang berani mengatakan “tidak” pada putra diktator. Lantas mengapa putra-putra ini jadi begitu buruk? Tampaknya tidak akan mengagetkan jika diktator adalah ayah yang buruk. Gaya orang tua orang-orang seperti ini seringkali terangkai dari pelecehan hingga pengabaian.

Pewaris Tahta Utama

Gaya hidup amburadul tidak menyebabkan para diktator menyingkirkan putra mereka dari garis pewarisan takhta kekuasaan di negaranya.Orang Mesir tentu saja tahu bahwa salah satu pemicu kekecewaan mereka terhadap Hosni Mubarak adalah setelah pria yang telah 30 tahun berkuasa itu jelasjelas berniat menaikkan Gamal, putra bungsunya, sebagai penggantinya berkuasa di negara itu. Tindakan arogannya inilah yang membuat 80 juta rakyat merasa terhina.Apalagi Gamal akan naik takhta hanya dengan ucapan sang ayah, bukan karena pemilu.

Tak ayal, rakyat berontak dan menuntut agar Mubarak mundur. Melihat kenyataan ini, tetangganya, Yaman, ikut ketirketir. Sepekan setelah demonstrasi pecah di Mesir, Presiden Ali Abdullah Saleh langsung mengumumkan akan menghentikan manuver untuk menjadikan putranya,Ahmed,sebagai presiden begitu dia mundur. Di Libya, jika Khadafi lolos dari sergapan revolusi, akan ada dua calon kuat penggantinya jika dia meninggal dunia. Suksesi dari diktator ke putranya juga seringkali tidak berjalan mulus.Pada 2005, polisi di Togo menewaskan lebih dari 400 pengunjuk rasa ketika partai berkuasa berusaha menjadikan Faure Gnassingbe untuk menggantikan mending ayahnya sebagai presiden.

Bagaimana diktator menghindari kutukan seperti itu? Menurut Stephen Kinzer yang dikutip MSNBC, ada tiga pilihan. Pertama, solusi “kawat sutra” yang disukai Kesultanan Ottoman di Turki. Mereka mencekik putranya hingga tewas dengan kabel karena darah mereka diyakini terlalu keramat untuk tumpah demi menghindari masalah di masa mendatang.“Memang tampak brutal,tapi para pembela praktik ini menekankan kematian tersebut tidak bisa dibandingkan dengan jumlah mereka yang tewas dalam perang suksesi di Eropa,”tulis Kinzer. Kedua, tidak punya anak. Inilah yang diyakini beberapa ahli sejarah yang meneliti Presiden pertama AS George Washington. Diyakini, cacar menyebabkan Washington steril. Seperti Washington, pendiri Turki, Kemal Ataturk juga tidak punya putra.

Dia sangat dihormati dan bisa saja punya putra yang bisa dijadikannya pengganti.Namun, dia justru memilih mundur dari kuasa dan membiarkan negaranya masuk ke demokrasi. Ketiga,menurut Kinzer,adalah diktator seharusnya punya anak perempuan, bukan lakilaki. Banyak ahli sejarah menemukan bahwa putri para orang kuat cenderung menjadi pemimpin yang baik, bahkan lebih mumpuni dibanding anak laki-laki.Para wanita ini cenderung lebih berpikiran terbuka, suka berkompromi, dan tidak memiliki ambisi seperti balapan, narkoba, dan menyiksa orang.

*seputar-indonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar

free comment,but not spam :)